Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan pemerintah dalam draft revisi UU KUHP harus dicabut karena bisa menjadi instrumen membungkam pengkritik presiden.
"Pasal tersebut tak boleh masuk KUHP dan harus dicabut. Ini dapat menjadi instrumen pemerintah untuk membungkam pihak-pihak yang mengkritik Presiden," kata dia di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan saat ini bukan zamannya lagi Presiden takut dikritik atau diprotes masyarakat sipil, media, intelektual, mahasiswa atau masyarakat umumnya sehingga usul pemerintah itu adalah kemunduran hukum di Indonesia.
"Sebab, pasal karet itu sudah pernah dibatalkan MK tahun 2006, karena tidak jelas batasannya dan justru malah menimbulkan ketidakpastian hukum," ujarnya.
Menurut dia apabila Presiden mengusulkan lagi pasal penghinaan Presiden, artinya Presiden membuat aturan yang bertentangan dengan konstitusi sesuai keputusan MK. Dia menegaskan Presiden harus menaati keputusan MK karena keputusannya bersifat final dan mengikat.
"Saya khawatir Pak Jokowi belum baca keputusan MK tersebut? Atau malah tidak tahu rancangan usulan pemerintah ini," kata Fadli.
Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke DPR RI untuk disetujui menjadi UU KUHP.
Dari ratusan pasal yang diajukan itu, Presiden Jokowi menyelipkan satu Pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal tersebut sebenarnya sudah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2006.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015