Dunia olahraga terguncang dengan adanya kebocoran data milik Federasi Atletik Internasional (IAAF) yang dilaporkan oleh stasiun televisi Jerman, ARD dan koran Inggris Sunday Times.
"Isi dari artikel tersebut cukup menggelisahkan," ujar Jones, seperti dikutip dari AFP.
Laporan tersebut memunculkan dugaan 12.000 hasil tes darah dari 5.000 atlet mengandung kadar doping dalam jumlah berlebihan (extraordinary), yang menurut Agensi Antidoping Dunia (WADA) dapat mengguncang pendirian atlet untuk tetap bersih.
Menurut Jones, tuduhan tersebut harus diselidiki dengan cermat. Ia pun mengharapkan partisipasi dari WADA untuk membuktikan kebenaran isu penggunaan doping itu.
"Badan atletik Australia sedang bekerja untuk memastikan informasi lebih lanjut tentang kebocoran laporan tes IAAF yang kemudian dijadikan dasar pembuatan artikel," katanya.
Sebagai salah satu pihak yang menandatangani kode WADA, Jones menegaskan bahwa Australia mengutuk penggunaan doping dalam dunia olahraga.
"Kami mendukung dan menetapkan level tertinggi dalam protokol tes untuk memastikan bahwa semua atlet yang melanggar aturan akan ditangkap dan diberi sanksi," tuturnya.
Presiden WADA Craig Reedie pada Minggu (2/8) menyatakan bahwa tuntutan baru akan dilayangkan pada sebuah komisi independen terkait tuduhan yang ditayangkan oleh ARD terkait penggunaan doping secara luas oleh atlet atletik Rusia.
Rusia dan Kenya ditampilkan dengan sangat kuat dalam pemberitaan tersebut, dimana ARD dan Sunday Times mengatakan bahwa data tes itu dibocorkan oleh seorang whistleblower.
Sekelompok media kemudian meminta dua ahli doping Australia, Michael Ashenden dan Robin Parisotto untuk memeriksa hasil tes dan mereka menyimpulkan bahwa nilai dari 800 atlet pada nomor lari maraton jarak 800 meter dianggap sangat mencurigakan.
Pada Minggu (2/8), IAAF menerbitkan siaran pers singkat yang akan memberatkan ARD dan Sunday Times karena telah menyiarkan informasi kesehatan yang sifatnya pribadi.
"IAAF sedang mempersiapkan respons rinci untuk kedua media dan akan segera mengambil tindakan lanjutan untuk melindungi hak IAAF dan hak para atlet," seperti dikutip dalam rilis tersebut.
(Uu.Y013)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015