Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia melakukan penelitian yang menunjukkan penitikberatan kepada pertimbangan efisiensi energi juga dapat mendorong percepatan upaya global memberikan akses energi modern seperti listrik kepada mereka yang membutuhkan.
Pernyataan Bank Dunia diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan, laporan bertajuk EA + EE (Akses Energi dan Efisensi Energi mengidentifikasi hubungan erat antara efisiensi energi dan akses energi.
Laporan itu mengkaji delapan proyek akses energi Bank Dunia terbaru yang merekomendasikan bahwa pengukuran efisiensi energi dapat memperbesar dampak proyek masa mendatang untuk mencapai akses energi universal.
Hal tersebut juga dapat mendorong untuk pencapaian sasaran program Energi Berkelanjutan untuk Semua (SE4A11) yaitu agar setiap orang di dunia dapat memiliki akses kepada listrik yang terjangkau pada tahun 2030.
Berdasarkan data Bank Dunia, saat ini ada sekitar 1,1 miliar orang di seluruh dunia yang tidak memiliki akses kepada listrik, sehingga mengakibatkan mereka yang bernasib kurang beruntung tersebut mengalami hambatan dalam ekonomi dan sosial.
Di Indonesia, pemerintah dalam rapat tentang kelistrikan yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla juga membahas peta jalan untuk pencapaian sasaran bauran energi yang telah ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional.
"Kami juga membahas bagaimana mencapai energy mix (bauran energi) yang tepat," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, setelah mengikuti rapat di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (14/7).
Menurut dia, pemerintah ingin memastikan tercapainya sasaran bauran energi seperti sedikitnya 20 persen menggunakan tenaga listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Sebagaimana diketahui, sasaran Kebijakan Energi Nasional yang telah dirancang Dewan Energi Nasional pada 2012 menargetkan tercapainya bauran energi primer yang optimal, antara lain pada tahun 2025 pangsa EBT mencapai paling sedikit 25 persen, dan pada tahun 2050 paling sedikit 40 persen.
Selain itu, sasaran bauran energi lainnya adalah untuk mengurangi penggunaan minyak bumi menjadi lebih kecil dari 25 persen pada tahun 2025 dan lebih kecil dari 20 persen pada tahun 2050.
Sebelumnya, Kementerian ESDM akan merombak struktur anggaran khususnya pada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, pada RAPBN 2016.
"Tahun depan (2016) kami ingin mendorong suatu perubahan besar-besaran dalam struktur pendanaan. Selama ini energi baru dan terbarukan selalu mendapat porsi yang termarjinalkan," kata Menteri ESDM, Sudirman Said, di Jakarta, Senin (29/6).
Menurut dia, sudah semestinya kebijakan energi nasional harus berdasarkan pada kebijakan energi yang terbarukan, sedangkan yang terjadi selama ini ialah sektor tersebut kurang mendapat perhatian.
Dalam sejumlah kesempatan lainnya, dia juga menilai seluruh jajaran pemerintahan perlu menyiapkan terobosan untuk memberdayakan energi baru terbarukan (EBT) guna mengurangi ketergantungan pada pihak asing.
"Kita tidak akan terus menjadi konsumen dari energi terbarukan dan konservasi, tapi kita harus menjadi partner dari kegiatan investasi pada industri ini," kata Said di Jakarta, Senin (13/7).
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015