Untuk menunjang kedaulatan pangan tersebut, kita tidak boleh lagi hanya bergantung pada beras."

Oleh Adi Lazuardi

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, langkah nyata untuk memajukan pertanian nasional adalah ketersediaan data tunggal produk-produk pertanian, tanpa data tunggal, seperti yang selama ini terjadi, sulit untuk merancang jenis tanaman pangan, sebaran, waktu tanam, dan proses pasca-panen.

"Apalagi pada saat terjadi perubahan musim tanam karena pengaruh perubahan iklim dunia seperti sekarang. Ketersediaan data tunggal tersebut mutlak diusahakan bersama," kata Presiden Jokowi dalam pembukaan Musyawarah Nasional VIII Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jumat (31/7) di Jakarta, demikian keterangan pers dari Tim Komunikasi Presiden Sukardi Rinakit di Jakarta, Sabtu.

Selain data tunggal, Presiden mengemukakan, ketersediaan sarana produksi, termasuk benih dan pupuk dengan harga terjangkau petani, juga sangat penting dalam memajukan pertanian nasional. Sedangkan untuk memberdayakan petani, hal mendesak yang perlu diupayakan seluruh pemangku kepentingan adalah masalah permodalan dan pemasaran.

Oleh karena itu, menurut, gagasan pendirian Bank Tani perlu dikaji lebih serius agar petani menjadi bermartabat dan tidak terjebak pengijon dan lintah darat. Pemasaran hasil pertanian, dengan harga yang menguntungkan petani, juga perlu dikembangkan lebih sistematis dan modern dengan melibatkan Bulog dan Koperasi.

Menurut Presiden, dengan adanya petani yang semakin berdaya, kedaulatan pangan nasional dapat terwujud. Optimisme seperti ini yang perlu terus dibangun.

"Untuk menunjang kedaulatan pangan tersebut, kita tidak boleh lagi hanya bergantung pada beras. Budaya beras harus dikurangi, dan diversifikasi pangan lokal harus dikembangkan seiring dengan reformasi agraria yang dijalankan pemerintah," katanya.

Presiden menyatakan, konsumsi beras dunia saat ini mencapai lebih dari 450 juta ton per tahun dan singkong sekitar 242 juta ton.

"Dengan kebutuhan seperti itu ada peluang bagi Indonesia untuk bisa memberi makan dunia kalau petani kita berdaya dan terorganisir dengan baik. Karena, mustahil swasembada pangan, kedaulatan pangan, dan surplus pangan dapat terwujud kalau petani tidak berdaya dan tidak terorganisir," kata Jokowi.

Presiden lantas menyinggung pidatonya dalam Pembukaan Konferensi Asia Afrika 22 April 2015, bahwa masa depan dunia ada di sekitar garis khatulistiwa.

"Sinar matahari yang terus menerus akan membuat produksi pangan, termasuk energi dan air, akan tetap melimpah. Dan kita hidup di wilayah ini," kata Presiden.

Oleh karena itu, Presiden mengingatkan, pemberdayaan petani jangan hanya jadi slogan atau bahkan wacana kampanye politik. Memberdayakan petani membutuhkan lompatan berpikir dan langkah-langkah nyata. Sudah sejak lama, banyak yang berbicara tentang membela petani. Tapi keberpihakan pada petani harus betul-betul konkret.

Saat ini, misalnya, fenomena El-Nino mengakibatkan beberapa daerah mengalami defisit air. El Nino akan memberikan dampak bagi petani, terutama di musim tanam.

Untuk mengatasi defisit air ini, Presiden mengemukakan, dalam jangka pendek pemerintah melakukan program pemompaan, dengan menambah alokasi pompa air yang akan diberikan pada kelompok-kelompok tani yang mengalami kekeringan.

Bukan hanya itu, pembangunan sumur resapan, embung-embung dan bendungan pun perlu diperbanyak. Jangan hanya mengeluh pada saat musim kemarau tiba. Namun, kita tidak pernah memperhatikan kelimpahan air ketika musim hujan," demikian Presiden Jokowi.

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2015