Pernyataan presiden yang dimuat oleh kantor berita negara itu berbunyi bahwa perpanjangan mulai berlaku pada 3 Agustus dan diputuskan setelah perdana menteri melakukan konsultasi dengan ketua parlemen.
Presiden Beji Caid Essebsi menyatakan keadaan darurat tak lama setelah terjadinya pembantaian massal di Sousse. Pada Maret, dua pria bersenjata menewaskan 21 wisatawan asing serta seorang polisi di Museum Bardo, Tunis.
Kedua serangan itu dinyatakan kelompok pejihad Negara Islam dilakukan pihaknya.
Status darurat untuk sementara meningkatkan wewenang bagi tentara dan polisi, termasuk dalam menangkap para tersangka, serta membatasi hak masyarakat untuk berkumpul.
Tidak ada alasan yang diberikan menyangkut perpanjangan tersebut. Namun pada 10 Juli, Inggris menyebut adanya risiko tinggi yang berkelanjutan terkait serangan militan di Tunisia. Pengumuman itu memicu ribuan wisatawan Inggris segera pulang ke negaranya.
Tiga puluh dari keseluruhan korban tewas di Sousse adalah warga negara Inggris.
Pekan lalu, parlemen Tunisia menyetujui undang-undang yang memungkinkan pemberian hukuman mati bagi mereka yang melakukan terorisme.
Undang-undang tersebut mengundang kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, yang mengeluhkan bahwa UU akan mengekang hak-hak, seperti hak tersangka untuk mendapatkan pendampingan pengacara.
Negara Afrika Utara itu telah mengalami transisi besar secara damai menuju demokrasi sejak pemberontakan massal pada 2011. Namun, tentara telah menghadapi peningkatan kekerasan militan Islamis.
Tunisi terutama mengkhawatirkan datangnya milisi-milisi yang masuk dari Libya, tempat Negara Islam telah membentuk tumpuan di tengah kekacauan yang disebabkan oleh pemerintahan-pemerintahan tandingan --sehingga melemahkan sektor keamanan.
Tunisia mengatakan pihaknya telah mulai membangun dinding dan parit di sepanjang lintasan tak aman sepanjang 168 kilometer di perbatasannya dengan Libya.
Si penembak pada insiden Sousse mendapatkan pelatihan bersama para milisi di Libya sebelum ia melancarkan serangan. Demikian laporan Reuters.
(Uu.T008)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015