... saya kecewa Munir tidak diungkap di sini. Tokoh AM Hendropriyono juga tidak disinggung. Perlu disinggung...
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat intelijen, Ken Conboy, mengatakan, arsip dan pengumpulan data terkait Badan Intelijen Negara (BIN) di Indonesia masih kurang.
Dalam acara bedah buku karya Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Marciano Norman, Intelijen Negara: Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi, di Jakarta, Kamis, Conboy menyarankan agar BIN dapat lebih fokus dalam hal pengumpulan data.
"Pak Sutiyoso bisa mulai lagi untuk arsip di BIN, karena dulu ada namun sekarang tidak ada lagi," kata pemerhati intelijen dan militer Indonesia serta penulis buku Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces tersebut.
Dia mengungkapkan, buku seperti yang ditulis Norman, yang menjabat sebagai kepala BIN periode 2011-2015, dapat memberikan tambahan ilmu intelijen di Indonesia.
Sementara itu, pakar komunikasi politik, Tjipta Lesmana, mengapresiasi buku itu, karena berisi informasi-informasi yang jarang didengar masyarakat sebelumnya.
"Namun saya kecewa Munir tidak diungkap di sini. Tokoh AM Hendropriyono juga tidak disinggung. Perlu disinggung, tapi tidak perlu 'telanjang'," kata penulis buku Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa itu.
Pengamat intelijen sekaligus editor buku itu, Wawan Purwanto, mengatakan, kasus Munir tidak boleh diungkap untuk tempo 25 tahun seperti tertera di peraturan.
"Maka biar nanti oleh kepala intelijen yang akan datang silakan dibuka saatnya sudah lewat batas waktu tersebut, kalau sudah lebih dari 25 tahun mau dibuka secara detail juga tidak apa-apa," katanya.
Dia mengungkapkan pula bahwa hampir 40 persen dari isi semula buku tersebut batal dimuat oleh penulis dalam versi akhir yang dicetak.
Hal yang tidak dimuat tersebut kebanyakan menyangkut aspek kekinian saat Norman menjabat sebagai kepala BIN.
Acara bedah buku dihadiri Kepala BIN, Sutiyoso, Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat, Patrice Rio Capella, Dosen intelijen Universitas Indonesia, Thony Situmorang, dan beberapa pejabat BIN.
Dalam sambutannya, Sutiyoso mengatakan, perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi memberikan efek nyata berupa besarnya potensi ancaman bagi dunia intelijen.
"Tingginya arus informasi berbanding lurus dengan semakin sulitnya mengontrol arus informasi," ucap dia.
Sutiyoso mengatakan bahwa besarnya ancaman yang ditimbulkan harus dapat diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia insan intelijen sebagai pengembang fungsi cegah dini.
Dia mengharapkan buku karya Norman dapat menjadi referensi dan sumber pengetahuan mengenai dunia intelijen.
"Sekaligus mendewasakan pemahaman serta menekan sentimen negatif masyarakat yang bias terkait dunia intelijen," ucapnya.
Pewarta: Calvinantya Basuki
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015