Menurut siaran pers dari Change.org Indonesia yang diterima di Jakarta, Selasa, penyerahan petisi tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Hepatitis Dunia yang ditetapkan setiap 28 Juli oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2010.
Untuk memperingati Hari Hepatitis Dunia, Koalisi Obat Murah (KOM) melakukan aksi damai. KOM, yang terdiri atas gabungan kelompok pasien, individu dan organisasi masyarakat sipil, mendatangi kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes.
Petisi Ayu Oktariani yang meminta Menteri Kesehatan Nila F Moeloek agar menyediakan obat hepatitis murah (generik) jenis Sofosbuvir untuk pasien hepatitis C itu diterima Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan Bayu Teja Muliawan.
Dalam petisinya, Ayu memperkirakan ada tujuh juta rakyat Indonesia yang terinfeksi hepatitis C, dan 20 persen di antaranya memerlukan pengobatan karena hepatitis C dalam tubuhnya akan berkembang menjadi kronis dan menyebabkan sirosis dan serta kematian.
Namun, Ayu yang seseorang dengan HIV positif dan juga hepatitis C itu menyatakan tidak mudah mendapatkan obat hepatitis karena harga yang mahal sehingga tidak mampu diakses.
"Selama enam tahun, saya mendapatkan akses obat ARV untuk menekan laju pertumbuhan virus. Saya dapat mengakses obat tersebut dengan mudah dan gratis. Beda persoalan dengan kondisi hepatitis C saya yang terabaikan, tidak tersentuh pengobatan," tuturnya.
Menurut Ayu, berbeda dengan obat jenis Pegylated Interferon yang pemakaiannya dengan cara disuntik, obat Sofosbuvir cara penggunaannya ditelan oral ini terbukti memiliki tingkat efek samping minim bagi pasien yang mengkonsumsinya dan tingkat kesuksesan yang lebih tinggi.
Ayu mengatakan harga obat Sofosbuvir di India, Pakistan dan Mesir mencapai Rp3 juta per botol, sementara obat patennya mencapai Rp365 juta per botol.
"Sebelum obat itu masuk ke Indonesia, kita harus mendorong Menkes untuk negosiasi dengan perusahaan untuk memakai harga obat generik. Jika tidak, bayangkan jika penderita Hepatitis C harus membeli obat paten seharga ratusan juta itu," kata Ayu dalam petisinya.
Sementara itu, juru bicara KOM Aditya Wardhana mengatakan Sofosbuvir merupakan terobosan terbaru yang ditunggu para pasien hepatitis C di Indonesia. Obat tersebut saat ini sedang didaftarkan ke BPOM Indonesia untuk mendapatkan izin edar.
"Biasanya, mekanisme pendaftaran BPOM memerlukan waktu lebih dari dua tahun. Namun, BPOM memiliki mekanisme fast track yang bisa mempercepat waktu pendaftaran sampai dengan enam bulan saja bila obat itu diperlukan oleh rakyat Indonesia dan sifatnya menyelamatkan nyawa," katanya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015