Kudus (ANTARA News) - Setiap tanggal 8 Syawal, masyarakat di Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, melaksanakan tradisi bulusan (diambil dari kata bulus yang artinya kura-kura air tawar).
Tradisi Bulusan antara lain dimeriahkan kegiatan bersih sendang (sumber air), kirab, pembagian bancaan kepada masyarakat dan pertunjukkan wayang. Saat ini, pasar malam dan hiburan musik modern juga turut ambil bagian.
Perayaan bulusan, bagi warga sekitar dianggap sebagai kegiatan peringatan hari lahirnya (khaul) bulus, yang menurut cerita bulus tersebut merupakan jelmaan dua orang manusia yang bernama Kumoro dan Komari murid Kiai Dudo.
Perayaan tradisi bulusan berlangsung sejak lama, yakni ketika Sunan Muria masih melakukan syiar agama Islam.
Tradisibulusan berawal pada malam 17 Ramadan ketika digelar peringatan Nujulul Quran di Desa Hadipolo yang dilaksanakan selesai salat tarawih.
Pada kesempatan tersebut, hadir Sunan Muria. Namun saat acara berlangsung, dua orang murid Kiai Dudo, yakni Kumoro dan Komari bekerja mengambil benih padi yang mengeluarkan suara gaduh dan berendam seperti bulus. Lalu kedua orang itu pun berubah menjadi bulus.
Namun kondisi sumber air di sebelah makam Kiai Dudo yang merupakan cikal bakal tradisi ini mulai kotor.
"Saat saya kecil, masih terkenang dengan sumber air di sungai persis di sebelah makam Kiai Dudo yang merupakan cikal bakal munculnya tradisi bulusan, kondisi airnya masih cukup jernih," ujar Bupati Kudus Musthofa saat memberikan sambutan pada acara kirab tradisi bulusan di Dusun Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jumat (24/7).
Bahkan hewan bulus juga sesekali muncul di aliran sungai setempat.
Untuk itu Bupati meminta tradisi bulusan harus didukung dengan kebersihan aliran sungai.
Ia berharap, tradisi bulusan yang menjadi agenda tahunan memotivasi warga menjaga kebersihan sungai setempat. Apalagi tradisi ini telah menjadi daya tarik wisatawan lokal dari berbagai daerah.
Kepala Desa Hadipolo Wawan Setiawan mengatakan, tradisi bulusan tahun ini dikemas berbeda untuk menarik lebih banyak pengunjung.
Tradisi tahunan tersebut, kata dia, juga dimanfaatkan untuk mengenalkan potensi 12 desa yang ada di Kecamatan Jekulo.
Selain itu, bulusan yang digelar juga lebih meriah mengingat banyak pertunjukan sehingga mengundang minat pengunjung.
Pertunjukan yang ditampilkan antara lain barongsai, kolaborasi musik dan tari saman dari Aceh, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit dengan menampilkan dalang cilik, serta pertunjukan bola api dan mandi api.
Puncak acara tradisi bulusan, yakni karnaval dan pertunjukan seni dari masing-masing sekolah di Kecamatan Jekulo.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015