Saya beraharap, itu tidak akan terjadi. Bagaimana pun yang merasakan warga Surabaya

Surabaya (ANTARA News) - Calon Wali Kota Surabaya petahana Tri Rismaharini berharap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya 2015 tidak diikuti hanya pasangan calon tunggal karena yang rugi warga Surabaya sendiri.

"Saya beraharap, itu tidak akan terjadi. Bagaimana pun yang merasakan warga Surabaya," kata Rismaharini usai mendaftarkan diri bersama Calon Wakil Wali Kota Surabaya petahana Whisnu Sakti Buana di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya, Minggu.

Risma berharap tetap ada calon dari gabungan partai politik lain yang segera mendaftar ke KPU Surabaya.

Saat ditanya jika nanti tetap calon tunggal, Risma mengatakan pasti ada langkah-langkah hukum yang bisa dilakukan. "Saya serahkan semua itu kepada partai," ujarnya.

Risma menegaskan, selama masih menjabat Wali Kota Surabaya sampai 28 September, ia tidak akan ber kampanye di luar ketentuan yang berlaku.

"Kami bekerja sesuai koridor," tegasnya.

Whisnu Sakti Buana juga berharap ada calon lain yang diusung koalisi partai demi keberlangsungan Pilkada.

"Untuk menjalankan amanah undang-undang, saya juga berharap ada calon lain agar Pilkada bisa berlangsung dan sesuai amanah undang undang," katanya.

Menanggapi gugatan hukum ke tiga lembaga hukum, yakni Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Angung dan PTUN, putra mantan Sekjen DPP PDIP Ir. Sutjipto ini menilai upaya itu dilakukan karena terbitnya PKPU 12 tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah melewati kewenangan KPU.

"KPU penyelanggara, bukan membatalkan atau menunda Pilkada," katanya.

Ia menegaskan, jika muncul calon tunggal pada pelaksanaan pilkada, seyogyanya kewenangan untuk memutuskan pelaksanaan Pilkada dikembalikan ke DPR dan pemerintah. Ia menengarai terbitnya PKPU 12 tanpa konsultasi dengan DPR-RI.

"Ada gelagat kurang baik menangani potensi konflik Pilkada serentak," katanya.

Whisnu mengatakan gugatan ke MK dilayangkan, karena materi Undang Undang 8 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota bersifat diskriminatif. Jika ada calon tunggal tidak diatur mekanisme penyelesaiannnya.

"Itu potensi menghilangkan warga negara untuk memilih," kata dia.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015