"Skenario tersebut guna mengatasi mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, seperti semen Rp2 juta per sak di kawasan Pegunungan Tengah Papua," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Velix Wanggai dalam keterangannya kepada ANTARA News, Rabu.
Ia mengemukakan, Skenario Pertama mempercepat pelayanan infrastruktur sosial dasar masyarakat, Skenario Kedua membangun infrastruktur wilayah guna mendekatkan sentra-sentra produksi pangan dan kawasan industri berpola hilirisasi, dan Skenario Ketiga merumuskan regulasi yang bersifat afirmatif dalam pembangunan infrastruktur di Papua.
Dalam konteks Skenario Pertama, Kementerian PUPR mempercepat proyek-proyek infrastruktur PUPR berbasis kewilayahan sebagai tulang punggung ekonomi kota hingga kampung-kampung, namun infrastruktur dianggap pula sebagai simbol hadirnya negara di wilayah pedalaman dan perbatasan di Papua.
Untuk realisasikan komitmen itu, ia menyatakan, dalam Tahun Anggaran (TA) 2015 Kementerian PUPR alokasikan dana ke Papua dan Papua Barat sekira Rp9,5 triliunan dari sektor APBN Pusat dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Infrastruktur senilai Rp3,9 triliunan yang diprioritaskan untuk jalan, jembatan, air minum, sanitasi, pengairan dan infrastruktur permukiman.
Skenario Kedua, menurut dia, yakni strategi pembangunan infrastruktur PUPR guna mendukung sentra-sentra produksi pangan dan peternakan, sentra kawasan industri dan kawasan wisata.
Hal itu, dalam penilaian PUPR, sesuai desain kewilayahan Pulau Papua, yang telah dirancang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa dalam lima tahun ke depan Pemerintah Pusat menetapkan lima Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat di Provinsi Papua.
KPE tersebut mencakup wilayah adat Saereri (wilayah Kepulauan Teluk Cenderawasih), Mamta (Kabupaten Mamberamo hingga Kota Jayapura), Me Pago (di wilayah Pegunungan Tengah sisi barat), La Pago (wilayah Pegunungan Tengah sisi timur) dan Ha'anim (Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digul).
Sejalan dengan pendekatan wilayah adat itu, Menteri PUPR menargetkan dalam tiga tahun ke depan Trans-Papua dapat menghubungkan lima wilayah adat.
Velix Wanggai menjelaskan, misalnya di wilayah adat Mamta dibangun jalan Depapre-Bongkrang, Jayapura-Wamena-Mulia dan jembatan Holtekamp.
Di wilayah adat Me Pago dan La Pago dibangun ruas jalan Enarotali-Tiom dan akses jalan ke Pegunungan Tengah ke selatan Papua melalui jalan Wamena-Habema-Kenyam.
Demikian pula, Kementerian PUPR mempercepat reklamasi Rawa Kurik, dan pembangunan embung dan irigasi untuk mendukung Merauke sebagai lumbung pangan nasional di wilayah adat Ha-anim.
Untuk Provinsi Papua Barat, Kementerian PUPR mempercepat akses jalan di Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Arar Sorong, peningkatan jalan ke kawasan peternakan di Bomberai Fakfak, maupun peningkatan kualitas jalan Manokwari-Bintuni dan kawasan Pegunungan Arfak.
Dalam menangani jalan di kawasan Pegunungan ini, Menteri Basuki telah mengunjungi akses jalan di Kabupaten Ilaga Papua dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat beberapa waktu lalu, ujar Velix Wanggai.
Adapun Skenario Ketiga, Kementerian PUPR merumuskan regulasi anggaran berpola tahun jamak (multi-years contract) guna mendukung percepatan pembangunan Trans-Papua.
Selain itu, Kementerian PUPR tetap memberi ruang bagi pengusaha asli Papua ikut dalam pelaksanaan proyek-proyek sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 84/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Khusus di Wilayah Papua dan Papua Barat. Hal ini sebagai komitmen pemberdayaan bagi penduduk asli Papua.
Demikian pula, Perpres Nomor 2/2015 perihal RPJMN 2015-2019 telah meletakkan desain pengembangan infrastuktur wilayah Pulau Papua. Hal ini menjadi pedoman bagi Kementerian PUPR di dalam membangun wajah infrastruktur PUPR di Pulau Papua lima tahun ke depan.
Ketiga skenario itu diharapkan dapat menurunkan harga dan menggerakan ekonomi regional Papua, sekaligus sebagai simbol hadirnya negara di kawasan-kawasan pinggiran di Tanah Air, demikian Velix Wanggai.
Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015