Penduduk setempat --hampir semua dari mereka didatangkan oleh separatis pro-Rusia yang menguasai bagian timur Ukraina-- melambaikan bendera Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri sendiri.
Mereka membawa spanduk menuduh Kiev membunuh orang yang tidak bersalah dalam pertempuran yang sedang berlangsung dengan pasukan pemberontak .
"Anda tewas. Tapi kami masih dibunuh," tulis satu spanduk.
Perwakilan setempat mengatakan keluarga korban kecelakaan Malaysia Airlines - sebagian besar warga Belanda - telah melakukan kunjungan pribadi ke lokasi kecelakaan yang dikuasai pemberontak dalam beberapa minggu terakhir.
Tidak ada acara formal yang diselenggarakan oleh pemerintah asing di kawasan industri yang menjadi zona perang itu.
Kedutaan besar negara-negara yang terkena dampak kecelakaan itu merencanakan upacara kecil di Kiev sementara Presiden Ukraina Petro Poroshenko akan menghadiri konser yang diselenggarakan bersama antara pemerintah Belanda dan Australia.
Kebanyakan dari mereka yang berkumpul di lapangan yang baru-baru ini tertutup oleh puing-puing bagian-bagian dari Boeing 777 dan dompet serta sandal korban menolak gagasan jika komandan pemberontak yang harus disalahkan atas jatuhnya jet.
Mereka mengheningkan cipta untuk kenangan mereka yang meninggal dengan melepaskan balon putih yang diserahkan kepada mereka oleh pemimpin pemberontak dan melambaikan bendera oranye dan hitam dari kepemimpinan milisi.
"Kami siap untuk memberikan semua bantuan yang diperlukan untuk mereka yang akhirnya dapat membuktikan tanggung jawab rezim kriminal Ukraina dalam tragedi ini," kata pemimpin separatis Donetsk Alexander Zakharchenko kepada kerumunan.
Dia kemudian meresmikan satu monumen batu granit yang didedikasikan untuk "298 korban tak berdosa dari perang sipil (Ukraina)".
Tapi tidak semua orang yang hadir sudah siap untuk menerima penolakan pemberontak dari tanggung jawab dan upaya Rusia menyalahkan jatuhnya pesawat itu pada pasukan pemerintah Ukraina.
Kiev dan Barat menuduh kelompok separatis, mengatakan mereka mungkin telah menggunakan rudal permukaan-ke-udara yang dipasok oleh Rusia untuk menembak jatuh pesawat.
"Setahun telah berlalu dan tidak ada yang telah dimintai pertanggungjawaban atas kecelakaan itu," kata seorang anak 15 tahun yang mengidentifikasi dirinya hanya dengsn nama Alexei.
"Saya berpikir kita perlu sebuah pengadilan internasional."
"Anda tewas. Tapi kami masih dibunuh," tulis satu spanduk.
Perwakilan setempat mengatakan keluarga korban kecelakaan Malaysia Airlines - sebagian besar warga Belanda - telah melakukan kunjungan pribadi ke lokasi kecelakaan yang dikuasai pemberontak dalam beberapa minggu terakhir.
Tidak ada acara formal yang diselenggarakan oleh pemerintah asing di kawasan industri yang menjadi zona perang itu.
Kedutaan besar negara-negara yang terkena dampak kecelakaan itu merencanakan upacara kecil di Kiev sementara Presiden Ukraina Petro Poroshenko akan menghadiri konser yang diselenggarakan bersama antara pemerintah Belanda dan Australia.
Kebanyakan dari mereka yang berkumpul di lapangan yang baru-baru ini tertutup oleh puing-puing bagian-bagian dari Boeing 777 dan dompet serta sandal korban menolak gagasan jika komandan pemberontak yang harus disalahkan atas jatuhnya jet.
Mereka mengheningkan cipta untuk kenangan mereka yang meninggal dengan melepaskan balon putih yang diserahkan kepada mereka oleh pemimpin pemberontak dan melambaikan bendera oranye dan hitam dari kepemimpinan milisi.
"Kami siap untuk memberikan semua bantuan yang diperlukan untuk mereka yang akhirnya dapat membuktikan tanggung jawab rezim kriminal Ukraina dalam tragedi ini," kata pemimpin separatis Donetsk Alexander Zakharchenko kepada kerumunan.
Dia kemudian meresmikan satu monumen batu granit yang didedikasikan untuk "298 korban tak berdosa dari perang sipil (Ukraina)".
Tapi tidak semua orang yang hadir sudah siap untuk menerima penolakan pemberontak dari tanggung jawab dan upaya Rusia menyalahkan jatuhnya pesawat itu pada pasukan pemerintah Ukraina.
Kiev dan Barat menuduh kelompok separatis, mengatakan mereka mungkin telah menggunakan rudal permukaan-ke-udara yang dipasok oleh Rusia untuk menembak jatuh pesawat.
"Setahun telah berlalu dan tidak ada yang telah dimintai pertanggungjawaban atas kecelakaan itu," kata seorang anak 15 tahun yang mengidentifikasi dirinya hanya dengsn nama Alexei.
"Saya berpikir kita perlu sebuah pengadilan internasional."
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015