Penegahan ini merupakan kerja sama dan koordinasi Kementerian Keuangan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan,"

Jakarta (ANTARA News) - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok menggagalkan upaya ekspor ilegal sebanyak 33 kontainer hasil perikanan yang tidak memiliki dokumen berlaku senilai Rp9,67 miliar.

"Penegahan ini merupakan kerja sama dan koordinasi Kementerian Keuangan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.

Menkeu mengatakan para eksportir dalam kasus penegahan ini tidak memiliki sertifikat HACCP sebagai syarat ekspor hasil perikanan dan tidak teregistrasi pada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.

"Selain itu, kegiatan eksportasi ini tidak dilengkapi dengan sertifikat kesehatan untuk konsumsi manusia. Bayangkan kalau ini diekspor lalu berdampak buruk bagi manusia, maka kualitas ekspor dari Indonesia juga ikut buruk," katanya.

Negara tujuan ekspor ikan ilegal ini antara lain Vietnam, Singapura, Sri Langka, Amerika Serikat, Malaysia dan Tiongkok. Modus lain yang digunakan adalah eksportir menggunakan nama perusahaan lain sebagai pemberitahu.

Melalui analisa intelijen dan konfirmasi Badan Karantina Ikan, telah diketahui eksportir yang tercantum dalam PEB bukan merupakan eksportir terdaftar, selain terindikasi tidak memiliki sertifikat HACCP dan sertifikat kesehatan.

Beberapa ikan yang menjadi barang bukti adalah Salted Jelly Fish, Frozen Cray Fish, Frozen Spanish Mackerel, Frozen Whole Round Squid, Frozen Tuna Loin, Dry Fish, Frozen Shrimp, Frozen Shark Fish, dan Frozen Fish Fillet.

Menkeu mengatakan penegahan atas upaya ekspor ilegal ini juga merupakan tindakan pemerintah untuk menjaga ketersediaan pasokan ikan di dalam negeri, agar harganya tidak berfluktuasi menjelang Lebaran.

"Kami ingin memastikan terjaminnya pasokan ikan dalam negeri, agar jangan sampai ikan yang dikonsumsi dalam negeri dieskpor begitu saja, karena bisa mengganggu harga. Jadi, kami ingin memastikan pasokan baik dan harganya juga," ujarnya.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Narmoko Prasmaji menambahkan pihaknya akan mendalami kasus ini termasuk kemungkinan adanya ekspor untuk ikan impor dan bukan untuk konsumsi manusia.

"Kami akan mendalami seperti Spanish Mackerel kenapa di impor terus dia keluarkan lagi. Ada juga yang volumenya tidak besar, saya duga ini bukan untuk konsumsi manusia, tapi untuk pakan ikan, karena nutrisinya tinggi," katanya.

Ia memastikan apabila hasil penyelidikan atas kasus ekspor ilegal ini selesai dan ikan tersebut masih layak untuk dikonsumsi, maka barang sitaan itu akan dilelang ke pasar dengan harga termurah.

"Kalau sudah selesai penyidikan, terus ikannya tidak bisa dikonsumsi, segera kita musnahkan. Kalau sehat kita lepas ke pasar, seharusnya dengan cara lelang. Untuk sementara, barang bukti ini kita sita untuk negara," kata Narmoko.

Berdasarkan pelaksanaan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka tindak lanjut atas tegahan eksportasi hasil perikanan akan diserahterimakan kepada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Jakarta II.

Menurut UU yang sama dalam pasal 90, para pelaku eksportir ilegal ini terancam mendapatkan hukuman pidana penjara paling lama setahun dan denda paling banyak Rp800 juta.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015