Jakarta (ANTARA News) - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik penetapan tersangka terhadap dua komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahur terkait dengan putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam kasus praperadilan Komjen Polisi Budi Gunawan.
"Kami mengkritik langkah Bareskrim Mabes Polri yang menetapkan kedua Komisioner KY menjadi tersangka," kata Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pernyataan kedua pejabat negara dalam mengkritik putusan praperadilan yang kontroversial tersebut adalah pernyataan dalam kapasitas sebagai pejabat negara yang dilindungi oleh Undang-Undang dan tidak bisa dikatakan memiliki sifat penghinaan.
Institute for Criminal Justice Reform juga menuntut Mahkamah Agung meminta agar hakim Sarpin Rizaldi untuk menarik laporannya dari kepolisian.
Supriyadi menegaskan bahwa jika Mahkamah Agung tidak meminta agar Hakim Sarpin Rizaldi menarik laporannya, MA akan menutup pintu masyarakat untuk mengkritik putusan-putusan MA dan hal ini berlawanan dengan semangat keterbukaan yang selama ini dipromosikan oleh MA.
Pihaknya menegaskan bahwa putusan pengadilan bukanlah milik hakim, baik secara personal maupun kelembagaan, saat putusan tersebut sudah diputuskan.
"Setiap putusan pengadilan adalah milik masyarakat sehingga masyarakat berhak mengomentari, melakukan eksaminasi, ataupun menjadikan putusan tersebut sebagai bahan penelitian untuk setiap orang," katanya.
Pihaknya juga mendesak agar Bareskrim untuk menghentikan kasus tersebut karena sebuah kritik, termasuk kritik yang paling keras terhadap putusan pengadilan/hakim, adalah suatu kewajaran dan merupakan hal yang baik karena akan mendorong putusan pengadilan lebih akuntabel dan terbuka terhadap masyarakat.
Lahirnya KY dinilai merupakan amanat reformasi dalam hal reformasi peradilan. Reformasi tersebut salah satunya memberikan MA sebagai pucuk peradilan kewenangan yang luas untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.
Luasnya kewenangan MA tersebut haruslah diawasi sehingga diperlukan suatu lembaga pengawas eksternal agar reformasi peradilan berjalan optimal.
"Oleh karena itu, konstitusi kita memberikan amanat tersebut kepada KY, yang dibentuk sebagai penyeimbang MA di dalam kekuasaan kehakiman," katanya.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015