Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai bahwa pemerintah Indonesia harus memastikan keterlibatan masyarakat dalam proses nasional penyusunan Intended Nationally Determined Contributions (INDC) atau Kontribusi yang Diniatkan Indonesia dan Ditetapkan secara Nasional.
Hal itu karena isi dan bagaimana pemerintah akan menyampaikan INDC Indonesia dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2015 akan mempengaruhi pembangunan dan masyarakat Indonesia.
"Konsultasi publik adalah salah satu ruang penting untuk memastikan masyarakat mengetahui dan berperan dalam proses penyusunan INDC," kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI Abetnego Tarigan, dalam keterangan persnya, Jumat. "Selain itu, penting untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan iklim yang menjadi tuntutan masyarakat sipil hingga saat ini dalam penanganan perubahan iklim," tambahnya.
Prinsip tersebut, lanjutnya, meliputi jaminan atas keamanan manusia (Human security), utang ekologi akibat pola pembangunan yang eksploitatif oleh negara-negara maju (Ecological debt), perlindungan dan pemenuhan hak atas tanah atau wilayah kelola masyarakat (Land rights), dan memastikan perubahan pola produksi-konsumsi kearah yang lebih berkelanjutan. Sementara itu, akademisi dari Thamrin School Ari Mochamad mengatakan komitmen Indonesia pada INDC harus menjadi refleksi dari keseriusan untuk merespon perubahan iklim melalui adaptasi dan mitigasi. "Adaptasi harus memberikan tambahan dan manfaat pada kegiatan mitigasi. Namun demikian, pada pertemuan Paris, INDC hanyalah satu dari beberapa agenda penting lainnya, dalam isu adaptasi, misalnya, juga mencakup global goal on adaptation, adaptation finance, serta loss and damage," jelasnya.
INDC harus disampaikan kepada UNFCCC paling lambat 1 Oktober 2015 dan akan dirundingkan dalam Conference of the Parties (CoP) ke-21 di Paris, Perancis. INDC adalah cara pemerintah nasional mengkomunikasikan pada dunia internasional tentang langkah-langkah apa yang diambil untuk menangani perubahan iklim di dalam negerinya sendiri. Hal ini akan merefleksikan niat untuk mengurangi emisi, dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan nasional. INDC juga bisa mengajukan langkah-langkah untuk melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan jenis dukungan apa yang bisa diberikan atau yang hendak dimintakan untuk mengatasi perubahan iklim.
Sejauh ini negara maju yang sudah memasukkan INDC, yaitu Uni Eropa, Amerika Serikat, Switzerland dan Norwegia. INDC mereka ditekankan pada mitigasi dan tidak satupun yang menyatakan kontribusi keuangan dan alih teknologi. Hal tersebut dinilai bahwa negara maju hanya berminat pada mitigasi dan bukan pada pembangunan berkelanjutan di negara berkembang. Negara berkembang yang sudah menyampaikan INDC adalah Mexico. Mereka mencantumkan isu adaptasi sebagai Lampiran, yang juga mencakup pembangunan kapasitas, sumber finansial serta alih teknologi untuk adaptasi perubahan iklim.
"Pemerintah Indonesia jangan melupakan tanggung jawab historis negara-negara maju sebagai penyebab terjadinya perubahan iklim global," tambah Abetnego.
Sedangkan di dalam negeri, kata Abetnego, pemerintah juga harus memastikan agar pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia juga mencerminkan keseriusan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
"Dan bukannya justru melanjutkan pembangunan berbasis bahan bakar fossil serta pembangunan berbasis ekspansi konversi hutan yang destruktif, sehingga tidak menimbulkan kesan paradoks yang dapat menurunkan kredibiltas Indonesia di dunia internasional," tegasnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015