Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai paket kebijakan ekonomi yang terbit pada Maret 2015 berjalan efektif dalam menjaga kestabilan ekonomi dan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Ya itu efektif, apalagi tujuannya memang untuk mengurangi current account deficit," katanya di Jakarta, Jumat.
Menkeu tidak menjelaskan indikator yang memperlihatkan paket kebijakan tersebut berjalan efektif, meskipun demikian defisit neraca transaksi berjalan hingga pertengahan tahun 2015 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan periode sama tahun lalu.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan I-2015 telah tercatat mencapai 1,81 persen terhadap PDB atau 3,8 miliar dolar AS, dan sesuai tren diperkirakan akan meningkat pada triwulan II yaitu mencapai 2,5 persen terhadap PDB.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan paket kebijakan untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan, guna memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri dari berbagai tekanan eksternal yang telah menyebabkan rendahnya harga komoditas.
Pemerintah mengganggap pembenahan dalam neraca transaksi berjalan bisa menstabilkan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tertekan akibat rencana normalisasi kebijakan moneter The Fed (Bank Sentral AS).
Paket kebijakan ekonomi tersebut antara lain pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk pengamanan sementara untuk produk impor terindikasi dumping, insentif pajak untuk perusahaan yang produknya minimal 30 persen untuk ekspor.
Selain itu, insentif untuk industri galangan kapal agar tidak lagi dipungut PPN, peningkatan komponen biodiesel atau bahan bakar nabati untuk mengurangi impor minyak, serta insentif pajak bagi perusahaan asing yang tidak mengirimkan deviden 100 persen ke negara asal.
Meskipun paket kebijakan ekonomi telah diterbitkan, namun data memperlihatkan hingga 30 Juni 2015, rupiah masih melemah sebesar 7,17 persen (year to date) menuju Rp13.332 per dolar AS seiring turunnya harga aset seperti saham dan obligasi.
Pergerakan rupiah tersebut sangat dipengaruhi oleh perhatian investor terhadap defisit transaksi berjalan di tengah kebutuhan impor barang modal untuk infrastruktur, penurunan harga komoditas global, inflasi serta ruang gerak bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015