Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) menyoroti prediksi Bank Dunia yang menyatakan bahwa prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 ini diperkirakan melemah dari 5,2 persen menjadi 4,7 persen.

Ketua Umum DPP Hippi Suryani Sidik Motik di Jakarta, Kamis, mendesak seluruh kementerian dan lembaga terkait bersinergi untuk melakukan berbagai upaya semaksimal mungkin sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dinikmati industri dalam negeri.

"Jika tidak, maka prediksi Bank Dunia bahwa pertumbuhan ekonomi nasional menurun, kemungkinan besar terwujud," kata Suryani.

Untuk mencapai sasaran pembangunan industri nasional jangka panjang, ujar dia, diperlukan upaya maksimal dan tekad kuat untuk melakukan percepatan pertumbuhan industri.

Percepatan tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri sebagai katalis utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Apalagi, Ketua Umum Hippi mengingatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sasaran ekspor produk-produk negara lain.

Ia juga ingin negara mewajibkan kepada instansi negara untuk menggunakan barang/jasa hasil industri dalam negeri di setiap kegiatan belanja barang/jasa.

Sebelumnya, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 4,7 persen atau melemah dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen, karena dampak dari reformasi struktural yang dilakukan pemerintahan baru belum terlihat sepenuhnya.

"Kondisi yang kurang mendukung seperti rendahnya harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan investasi juga terus menekan sehingga ekonomi maju perlahan," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop di Jakarta, Rabu (8/7).

Ndiame menjelaskan perekonomian Indonesia masih terpengaruh dari tekanan eksternal seperti kemungkinan normalisasi kebijakan suku bunga acuan The Fed (Bank Sentral AS) serta kelesuan ekonomi di negara tujuan ekspor seperti Tiongkok.

Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 yang hanya tercatat 4,71 persen, atau merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009, akibat konsumsi rumah tangga dan investasi yang ikut mengalami kontraksi.

Kondisi perlemahan ekonomi juga terjadi di negara berkembang lainnya, namun Indonesia masih bisa tumbuh lebih baik dengan mengurangi tekanan internal dan melakukan reformasi fiskal melalui percepatan penyerapan belanja modal dan peningkatan penerimaan perpajakan. "Penyerapan belanja yang lebih memadai untuk sektor infrastruktur dan mengurangi biaya logistik akan baik, yang didukung oleh peningkatan penerimaan dari sektor pajak dan perbaikan iklim bisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Ndiame.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015