"Rusia telah membuktikan diri sebagai kawan sejati dan jujur. Ini hari besar bagi Serbia," kata Presiden Serbia Tomislav Nikolic.
Serbia memang memprotes rancangan resolusi PBB yang diajukan Inggris agar Dewan Keamanan PBB menyebut pembunuhan massal 8.000 pria dan bocah laki-laki muslim oleh pasukan Serbia pada Juli 1995 sebagai genosida.
Di Sarajevo, Munira Subasic, ketua Para Ibu Srebrenica, berkata kepada AFP bahwa veto Rusia membut kesalingpercayaan dan rekonsiliasi menjadi mustahil.
"Kami tidak terkejut oleh keputusan itu, Rusia memang benar-benar menyokong para kriminal yang membunuhi anak-anak kami," kata Subasic. "Dengan memutuskan (memveto) Rusia membuat pintu terbuka untuk perang baru."
Sabtu ini tepat ulang tahun ke-20 mulainya pembunuhan massal yang disebut dua pengadilan internasional sebagai genosida.
Akhir perang 1992-1995 membuat Bosnia terbelah menjadi dua entitas semi-independen, yakni Republika Srpska yang dikuasai Serbia dan Federasi Kroasia-Muslim.
Presiden Republika Srpska Milorad Dodik menyambut baik veto Rusia itu dengan berterimakasih kepada Moskow telah "mencegah adopsi sebuah resolusi yang akan memperumit situasi dan memperdalam perpecahan di dalam Bosnia".
Para pejabat Republika Srpska di Sarajevo sendiri tak menentang perayaan sehari berkabung Sabtu nanti di seluruh bekas republik Yugoslavia itu, demikian AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015