"Ini persidangan seperti apa, akan semakin banyak anak-anak yang bernasib seperti anak saya jika persidangan seperti ini," ujar B menangapi keputusan hakim di Jakarta, Rabu.
Majelis Hakim, Oka Diputra, memutuskan oknum guru Saint Monica, Hariyanti, yang menjadi terdakwa pencabulan tidak bersalah.
Majelis Hakim menyebut terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana.
B mengaku keputusan majelis hakim tersebut tidak objektif padahal berdasarkan fakta-fakta yang ada terbukti terjadi pelecehan seksual.
"Majelis hakim mengkesampingkan fakta-fakta yang ada, malah yang dikedepankan hal yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini," tambah dia.
Dia mengatakan vonis bebas dari hakim menjadi preseden buruk bagi perlindungan anak di Indonesia.
Seberat apapun hukuman yang diberikan, sambung dia, tidak akan bisa menyembuhkan rasa trauma yang dialami anaknya, apalagi vonis bebas.
Sampai saat ini, L, masih mengalami trauma dan tidak mau ke sekolah.
"Saya akan sekuat tenaga, memperjuangkan keadilan bagi anak saya," tukas dia.
Pengacara korban, Didit Wijanarko, mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan langkah hukum berikutnya.
"Kasus ini tidak berbicara mengenai keterlambatan bicara, tapi fakta yang ada anak tersebut mengalami pelecehan seksual," jelas Didit.
Didit menjelaskan tidak mungkin seorang anak berumur tiga setengah tahun berbohong, oleh karena itu seharusnya seorang hakim bijak dalam menyikapi kasus itu.
Kasus tersebut bermula dari pengakuan L yang mengaku kepada sang ibu jika bagian duburnya ditusuk jari oleh guru tari.
Kekerasan tersebut terjadi saat sedang mengikuti ekstrakurikuler tari yang dilaksanakan di sekolah. Hasil visum hasil visum yang dikeluarkan oleh pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa memang pada dubur sang anak terdapat luka lecet akibat dimasukan benda tumpul.
Pewarta: Indriani
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015