... ekonomi Indonesia bisa kembali tumbuh pada kisaran 5,5 persen pada 2016 dengan konsistensi peraturan serta investasi pada sektor manufaktur dan jasa...Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 4,7 persen atau melemah dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen, karena dampak dari reformasi struktural yang dilakukan pemerintahan baru belum terlihat sepenuhnya.
"Kondisi yang kurang mendukung seperti rendahnya harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan investasi juga terus menekan sehingga ekonomi maju perlahan," kata ahli ekonomi utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop, di Jakarta, Rabu.
Diop menjelaskan perekonomian Indonesia masih terpengaruh dari tekanan eksternal seperti kemungkinan normalisasi kebijakan suku bunga acuan The Fed (Bank Sentral AS) serta kelesuan ekonomi di negara tujuan ekspor seperti Tiongkok.
Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 yang hanya tercatat 4,71 persen, atau merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009, akibat konsumsi rumah tangga dan investasi yang ikut mengalami kontraksi.
Kondisi perlemahan ekonomi juga terjadi di negara berkembang lain, namun Indonesia masih bisa tumbuh lebih baik dengan mengurangi tekanan internal dan melakukan reformasi fiskal melalui percepatan penyerapan belanja modal dan peningkatan penerimaan perpajakan.
"Penyerapan belanja yang lebih memadai untuk sektor infrastruktur dan mengurangi biaya logistik akan baik, yang didukung oleh peningkatan penerimaan dari sektor pajak dan perbaikan iklim bisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Diop.
Selain itu, memberikan kepastian kepada para investor menjadi penting, salah satunya dengan mendorong komunikasi lebih memadai dan menerapkan kebijakan ekonomi secara konsisten serta berkelanjutan agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran.
Dalam jangka panjang, upaya reformasi struktural harus terus dilakukan untuk menahan perlambatan ekonomi seperti memberikan kemudahan dalam proses perizinan investasi serta mendorong pengembangan sumber daya manusia untuk sektor-sektor potensial seperti manufaktur dan jasa.
Secara keseluruhan, Ndiame mengatakan, pondasi ekonomi makro yang baik bisa mencegah kemerosotan pertumbuhan secara tajam akibat jatuhnya harga dan permintaan komoditas, seperti yang dialami negara-negara eksportir komoditas lainnya seperti Brasil, Afrika Selatan, Chili dan Peru.
"Reformasi fiskal mendesak untuk dilakukan sebagai upaya mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi. Beberapa kebijakan yang bisa mempengaruhi perdagangan dan investasi juga diperlukan. Kebijakan untuk mengurangi inflasi akibat harga pangan juga dapat memperkuat kepercayaan konsumen," katanya.
Untuk itu, meskipun perekonomian diperkirakan masih sedikit melambat tahun 2015, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa kembali tumbuh pada kisaran 5,5 persen pada 2016 dengan konsistensi peraturan serta investasi pada sektor manufaktur dan jasa.
Hal itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 yang hanya tercatat 4,71 persen, atau merupakan tingkat pertumbuhan paling lambat sejak 2009, akibat konsumsi rumah tangga dan investasi yang ikut mengalami kontraksi.
Kondisi perlemahan ekonomi juga terjadi di negara berkembang lain, namun Indonesia masih bisa tumbuh lebih baik dengan mengurangi tekanan internal dan melakukan reformasi fiskal melalui percepatan penyerapan belanja modal dan peningkatan penerimaan perpajakan.
"Penyerapan belanja yang lebih memadai untuk sektor infrastruktur dan mengurangi biaya logistik akan baik, yang didukung oleh peningkatan penerimaan dari sektor pajak dan perbaikan iklim bisnis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Diop.
Selain itu, memberikan kepastian kepada para investor menjadi penting, salah satunya dengan mendorong komunikasi lebih memadai dan menerapkan kebijakan ekonomi secara konsisten serta berkelanjutan agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran.
Dalam jangka panjang, upaya reformasi struktural harus terus dilakukan untuk menahan perlambatan ekonomi seperti memberikan kemudahan dalam proses perizinan investasi serta mendorong pengembangan sumber daya manusia untuk sektor-sektor potensial seperti manufaktur dan jasa.
Secara keseluruhan, Ndiame mengatakan, pondasi ekonomi makro yang baik bisa mencegah kemerosotan pertumbuhan secara tajam akibat jatuhnya harga dan permintaan komoditas, seperti yang dialami negara-negara eksportir komoditas lainnya seperti Brasil, Afrika Selatan, Chili dan Peru.
"Reformasi fiskal mendesak untuk dilakukan sebagai upaya mempertahankan angka pertumbuhan ekonomi. Beberapa kebijakan yang bisa mempengaruhi perdagangan dan investasi juga diperlukan. Kebijakan untuk mengurangi inflasi akibat harga pangan juga dapat memperkuat kepercayaan konsumen," katanya.
Untuk itu, meskipun perekonomian diperkirakan masih sedikit melambat tahun 2015, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa kembali tumbuh pada kisaran 5,5 persen pada 2016 dengan konsistensi peraturan serta investasi pada sektor manufaktur dan jasa.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015