Kita memang berbeda, tapi tidak harus membuat tercerai-berai."

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR E.E. Mangindaan mengatakan, tantangan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan di tengah kebhinnekaan Indonesia adalah masuknya pengaruh globalisasi, demokratisasi dan liberalisasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

"Bila tidak ada filter dalam memahami globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi dari luar, maka kebhinnekaan Indonesia bisa terganggu," katanya dalam dialog Empat Pilar MPR RI di Jakarta, Selasa.

Tantangan terhadap Bhinneka Tunggal Ika pada masa lalu, kata Mangindaan, berbeda dengan saat ini. Pada masa kemerdekaan, rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, adat, agama, bisa bersatu.

"Karena memiliki tujuan yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan," ujarnya dalam dialog bertema "Memaknai Kebhinnekaan Indonesia" itu.

Sedangkan tantangan terhadap kebhinnekaan saat ini, lanjutnya, adalah karena globalisasi yang melahirkan kebebasan-kebebasan seperti demokratisasi dan liberasasi sehingga terjadi individualisme.

"Globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi masuk dalam pola pikir rakyat. Ditambah persoalan ketidakadilan hukum, kesenjangan ekonomi dan kemiskinan serta pengangguran, bisa merapuhkan persatuan. Ini tantangan yang harus kita atasi bersama," sambungnya.

Sementara itu, pimpinan fraksi PPP MPR RI, Zainut Tauhid menambahkan, kebhinnekaan adalah faktor penguat sekaligus potensi kerawanan. Bila tidak dikelola dengan baik, kebhinnekaan menjadi faktor disintegrasi.

"Kita memang berbeda, tapi tidak harus membuat tercerai-berai," katanya.

Menurut Zainut, para pendiri bangsa telah memberi pelajaran tentang mengelola kebhinnekaan, yaitu perlunya toleransi dan saling menghargai, mayoritas melindungi minoritas. "Mengelola perbedaan menjadi potensi dan energi positif," katanya.

Mengelola kebinnekaan, menurut Zainut, juga perlu regulasi. Misalnya dengan UU Anti diskriminasi dan ras. UU ini lahir karena latar belakang kebhinnekaan Indonesia.

"UU ini untuk menghapus kesan dominasi mayoritas terhadap minoritas dan memberi perlindungan pada minoritas. Di beberapa negara, misalnya, terjadi pembantaian genocida. Kita tidak ingin hal itu terjadi di Indonesia," katanya.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015