Perkawinan dua gaya tersebut, kata Ayu saat ditemui di Jakarta, Selasa, menjadi sesuatu yang baru menyusul mulai merebaknya penggunaan furnitur bergaya Skandinavia di Indonesia.
"Kalau dilihat sekarang kan di produk furnitur yang masuk ke Indonesia baru-baru ini lagi terpengaruh banyak dengan gaya Skandinavia. Tapi orang-orang juga kreatif, sehingga ada juga yang mengkombinasikannya dengan gaya yang lebih Islami, semisal unsur-unsur Maroko di dalamnya," kata Ayu.
Ayu menekankan pemilihan warna menjadi fase penting untuk menentukan keberhasilan perpaduan gaya Islami ala Maroko dengan furnitur Skandinavia.
"Kuncinya itu dengan mendistilasi warnanya, membuatnya menjadi lebih sederhana, sehingga kita tidak mentah-mentah menggunakan gaya Maroko itu tadi," katanya.
Menurut Ayu, unsur-unsur Maroko lebih banyak menggunakan warna yang cenderung gemerlap dan glamor, sedangkan Skandinavia lebih cenderung kasual dan minimalis.
"Jadi kita ambil ragam hiasnya saja. Misalkan pattern Maroko itu kita ambil, tapi warnanya lebih disederhanakan, pakai putih saja, "Gaya Maroko itu kan banyak aksen bintang-bintangnya, itu kita pakaikan warna putih saja kemudian dikombinasikan dengan furnitur Skandinavia, jadi menghasilkan sesuatu yang baru," katanya.
Penggunaan warna yang lebih sederhana dari aksen-aksen bergaya Maroko maupun Timur Tengah yang dikombinasikan dengan furnitur gaya Skandinavia nantinya akan menghasilkan desain interior ruangan yang santai namun tidak kehilangan selera Islami yang ingin dihadirkan demi melewatkan Bulan Ramadhan dan musim Hari Raya Idul Fitri.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015