Plt Direktur Utama PDTS KBS, Aschta Boestani Tajudin, di Surabaya, Selasa, mengatakan "animal show" yang sudah dihentikan di antaranya, tunggang unta, sedangkan untuk gajah masih ada dan tidak menutup kemungkinan nantinya juga akan dihentikan juga.
"Penghentian atraksi satwa maupun tunggang satwa tidak dapat dihentikan seketika. Sebab, membutuhkan waktu untuk sosialisasi serta memberi pemahaman pada masyarakat," katanya.
Namun demikian, lanjut dia, pihaknya ingin ke depan tidak ada lagi satwa yang dipaksa untuk melakukan atraksi yang bukan menjadi kebiasaan aslinya. "Contohnya membuang sampah, naik sepeda, pegang bola, itu bukan perilaku satwa sebenarnya dan itu tidak mendidik masyarakat," katanya.
Aschta menjelaskan pihaknya saat ini sedang melakukan pembangunan serta penataan kandang satwa, baik kandang tinggal maupun kandang pertunjukkan. Penataan dan pembenahan ini memungkinkan satwa dapat bergerak bebas serta melakukan aktivitas semirip mungkin dengan kondisi habitat aslinya.
Menurut dia, kebun binatang pada dasarnya tempat edukasi bagi masyarakat, sehingga memperoleh informasi serta pengetahuan mengenai satwa tersebut hidup dan berperilaku sebagaimana mestinya.
"Atraksi atau pertunjukan satwa justru akan lebih baik dengan melihat perilaku sebenarnya dari satwa. Yang mana itu tidak dapat diketahui masyarakat ketika tidak melihat langsung di habitat aslinya," ujarnya.
Lebih jauh, Aschta mengatakan jika kebun binatang didesain seperti habitat asli, maka sangat memungkinkan satwa menunjukkan atraksi alaminya. Keputusan untuk menghentikan segala bentuk pertunjukan satwa maupun tunggang satwa, merupakan kebijakan direksi.
"Kami menghendaki kebun binatang kembali pada fungsi yang sebenarnya, yakni sebagai tempat edukasi," katanya.
Sementara itu, masih maraknya eksploitasi terhadap satwa liar khususnya orangutan, menjadi keprihatinan "Centre for Orangutan Protections" (COP) Surabaya dengan menggelar aksi di Jalan Pemuda.
COP menyerukan dihentikannya segala bentuk pemanfaatan satwa orang utan untuk obyek foto maupun atraksi dalam sirkus.
"Orangutan bukanlah obyek yang dapat dijadikan mainan, sehingga semua aktivitas memanfaatkan orangutan tidak pada perilaku aslinya harus dihentikan," ujar Koordinator Kampanye Orangufriends Surabaya, COP, Mawar Purba.
Pihaknya juga menyoroti masih adanya lembaga konservasi seperti taman safari maupun kebun binatang, yang masih menyediakan orang utan atau satwa lainnya untuk obyek foto maupun atraksi hiburan pengunjung.
Pihaknya meminta lembaga konservasi menyediakan badut atau patung satwa untuk obyek foto, dari pada harus menjadikan satwa sebagai tontonan atraksi hiburan.
"Selain itu, masyarakat harus tahu, mereka jangan kontak langsung dengan orang utan, karena kalau orang utan atau manusianya sakit, itu bisa menular," katanya.
Pihaknya juga menyoroti masih adanya lembaga konservasi seperti taman safari maupun kebun binatang, yang masih menyediakan orang utan atau satwa lainnya untuk obyek foto maupun atraksi hiburan pengunjung.
Pihaknya meminta lembaga konservasi menyediakan badut atau patung satwa untuk obyek foto, dari pada harus menjadikan satwa sebagai tontonan atraksi hiburan.
"Selain itu, masyarakat harus tahu, mereka jangan kontak langsung dengan orang utan, karena kalau orang utan atau manusianya sakit, itu bisa menular," katanya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015