Jakarta (ANTARA News) -Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI (KBRI) di Tunis mengimbau para warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Tunisia untuk selalu waspada dan berhati-hati menyusul serangan teroris yang terjadi di negara tersebut.
"Kemlu RI dan KBRI Tunis mengimbau warga Indonesia yang berada di Tunisia untuk selalu berhati-hati, saling mengingatkan serta menghindari lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi target serangan," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Terkait perkembangan situasi keamanan di Tunisia, pada 4 Juli 2015 Pemerintah Tunisia menyatakan keadaan darurat di negaranya menyusul serangan teroris di lokasi wisata Sousse pada 26 Juni 2015 yang menewaskan warga sipil, baik warga lokal maupun asing.
Status darurat tersebut memberikan wewenang kepada Pemerintah terutama aparat keamanan Tunisia untuk melakukan pengamanan negara, termasuk membatasi pergerakan warga serta pemberlakuan jam malam.
Oleh karena itu, semua WNI yang berada di Tunisia diharapkan selalu menjalin kontak dengan KBRI Tunis melalui Yubil Septian pada nomor telepon +216 24228888.
Sementara itu, bagi warga Indonesia yang ingin melakukan perjalanan ke Tunisia, dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan konsultasi dengan Kementerian Luar Negeri RI atau melalui operator perjalanan.
Pihak yang dapat dihubungi di Kementerian Luar Negeri adalah Lukman Hakim Siregar pada nomor telepon 021-3441508 ext : 4348, pada nomor ponsel 081296088000 atau e-mail: timteng@kemlu.go.id.
Pertemuan darurat
Sebelumnya, Perdana Menteri Tunisia Habib Essid menyerukan pertemuan darurat pejabat senior dan mengeluarkan instruksi yang ia pandang sebagai langkah "mendesak dan luar biasa" guna menghadapi serangan teroris besar kedua tahun ini di negeri itu.
Serangan mematikan pada Jumat (26/6) di tempat wisata di pinggir laut di Tunisia, Sousse, telah menewaskan 39 orang dan melukai 39 orang lainnya, dan dipandang sebagai serangan paling brutal dan paling mematikan dalam sejarah Tunisia.
Serangan pertama pada Maret lalu yang ditujukan terhadap Museum Bardo di Tunis menewaskna 23 orang.
PM Essid juga mengatakan perang negeri tersebut melawan teror akan berlanjut.
Sementara itu Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi pada hari yang sama di luar Hotel Marhaba, tempat serangan terjadi di Kota Sousse, mengatakan, "Rakyat Tunisia tidak cukup bersatu. Kita perlu bersatu-padu".
Menurut tindakan yang diinstruksikan Perdana Menteri Tunisia, sebanyak 80 masjid yang tak memiliki status hukum telah ditutup, sementara pertemuan partai politik dan kelompok tidak resmi akan dikaji.
Kedua pemimpin Tunisia itu juga mengisyaratkan negeri tersebut akan melarang penggunaan bendera hitam Partai Salafi Ettahrir.
"Satu-satunya bendera yang mesti dikibarkan adalah bendera merah Tunisia kita. Bendera hitam, yang menjadi milik orang-orang ini (pelaku teror) tak boleh ada," kata Essebsi.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015