Mataram (ANTARA News) - Dua peneliti dari Santiri Foundation mengungkapkan lumpur Lapindo yang selama beberapa bulan ini telah menyengsarakan masyarakat Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, ternyata memiliki nilai ekonomis tinggi, karena banyak mengandung unsur logam. Kedua peneliti asal Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut, yakni Hamzah dan Lalu Zulkarnaen di Mataram, Selasa, menjelaskan timbunan lumpur yang menggenangi lahan seluas 400 hektar, termasuk rumah penduduk dengan ketinggian 8,5 meter yang volumenya mencapai 34 juta meter kubik itu, kalau diperhitungkan nilai jualnya mencapai Rp400 triliun. Kandungan unsur logam pada lumpur Lapindo antara lain berupa padatan Aluminium (Al), Silikat (Si) dan Magnesium (Mg), sedangkan dalam bentuk cair berupa Sulfur (S) dan unsur Alkali II Tanah. "Jika lumpur Lapindo dikelola dengan baik bisa menghasilkan nilai ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini sengsara akibat semburan lumpur tersebut," ujarnya. Karena itu, katanya, kalaupun nantinya masyarakat sudah mendapat pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan miliknya yang tertimbun lumpur, mareka harus mendapat manfaat atau keuntungan kalau timbunan lumpur yang telah menggenangi rumah dan lahan persawahan berhasil diolah dan dijual. Mengenai kandungan alkali II Tanah, dia mengatakan masih bersifat dugaan yang di dalamnya mengandung unsur kimia tanah seperti Kalsium (Ca), Stronsium (Sr), Berilium (Be), Barium (Ba) dan Radium (Ra). Selebihnya berupa gas cair adalah Nitrogen, Hidrogen, Metana (CH4), Karbon Monoksida (CO) dan Karbon Dioksida (CO2) semuanya dalam waktu lama bisa menjadi dasar pembentukan minyak bumi dengan pemanasan suhu yang sangat tinggi. Kedua peneliti lumpur sebelumnya telah menemukan model Sistem Pengendapan Lumpur Lapindo Brantas. Namun, katanya, para pakar hanya menghitung waktu dan cara pembuangan lumpur ke laut, padahal untuk membuang ke laut perlu waktu lama karena menggunakan mesin dan juga mengganggu lingkungan. (*)
Copyright © ANTARA 2007