Dalam raker yang diikuti oleh Staf Ahli Bidang Sumberdaya Keolahragaan Kemenpora Tunas Dwidharto, Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Djoko Pekik, perwakilan KONI Pusat, KOI, Satlak Prima, KONI Daerah, Pengurus Pusat/Pengurus Besar Cabang Olahraga, pengamat olahraga, serta mantan atlet itu membahas beberapa isu seperti tugas, pokok, dan fungsi dari KONI dan KOI berdasarkan UU Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005, analisis prestasi olahraga pada SEA Games 2015, serta wacana penyatuan KONI-KOI.
Rapat yang dibuka oleh Staf Ahli Bidang Sumberdaya Keolahragaan Kemenpora Tunas Dwidharto itu menghasilkan beberapa keputusan antara lain menetapkan satu orang ketua umum KONI sekaligus merangkap ketua umum KOI dengan tetap menjalankan dua fungsi pembinaan prestasi dan fungsi fasilitasi.
"Kedua lembaga tersebut nantinya akan disatukan dengan nama baru dengan dua fungsi," ujar Tunas Dwidharto seperti dilansir tim media Kemenpora, Jakarta, Sabtu.
Selain itu, pemberdayaan secara maksimal induk organisasi cabang olahraga pengurus pusat (PP) atau pengurus besar (PB) sebagai penanggungjawab utama peningkatan prestasi olahraga juga perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar olahraga yakni "respect", "excellence", "friendship", dan "fairplay".
Nantinya juga perlu dilakukan amandemen UU Nomor 3 Tahun 2005 untuk mengakomodasi putusan-putusan dalam raker tersebut.
Adapun tujuan dari diadakannya raker, menurut Ketua Panitia Bustiana, adalah sebagai sentral pembinaan prestasi olahraga nasional yang belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya.
"Organisasi yang kita undang ini adalah untuk memperlihatkan suatu organisasi yang belum maksimal tugas dan fungsinya dengan standar pengelolaan yang baik tingkat nasional. Hasil dari diskusi ini akan kita sampaikan kepada Menpora dan menunggu instruksi beliau selanjutnya," ujar Bustiana yang juga Kepala Bidang Organisasi Olahraga Rekreasi dan Pendidikan Kemenpora.
Di lain pihak, salah satu pengamat olahraga sekaligus mantan atlet renang nasional Richard Sambera justru menilai wacana penggabungan KONI dan KOI adalah kemunduran sistem keolahragaan nasional Indonesia.
"UU SKN lahir untuk memisahkan tupoksi dari KONI-KOI, yang satu tentang pembinaan atlet sedangkan satunya tentang event. Pertajam dan perjelas kembali tupoksi masing masing organisasi sampai detail. Harus ada check and balance biar tidak ada penumpukan kekuasaan di satu orang, " ujarnya.
Ia pun menilai pembinaan olahraga justru berada di pengurus pusat atau pengurus besar atau klub dan ranting, bukan di KONI atau KOI.
"PP atau PB lah yang nantinya melahirkan atlet-atlet, jadi penyatuan bukan solusi tetapi pendanaan, infrastruktur dan SDM-nya yang harus di-upgrade," kata Richard.
Sementara itu pengamat olahraga dari Universitas Negeri Surabaya, Hari Setiono, menegaskan perlunya pertimbangan lebih dalam terkait opsi-opsi yang akan diajukan kepada Menpora Imam Nahrawi.
"Opsi-opsi yang ada merupakan bagian yang harus kita lihat, pertimbangkan dan bahas bersama. Masing-masing opsi itu apa saja kelebihan dan kekurangannya yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan untuk Pak Menteri," katanya.
Narasumber lain yakni pengamat olahraga dari Universitas Gadjah Mada, Oka Mahendra, justru menekankan pentingnya menghidupkan kembali klub dan ranting agar para atlet bisa berkompetisi.
"Yang tidak kalah penting adalah pembinaan wasit yang berkelanjutan agar menjadi wasit profesional, serta ketersediaan fasilitas-fasilitas baik di KONI Kabupaten dan KONI Provinsi harus diperhatikan. KONI-KOI telah memiliki tupoksi yang jelas dan harus jalan sesuai tupoksinya menjelang Asian Games 2018 di Indonesia," ia menjelaskan.
Pewarta: Yashinta Difa P
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015