Jakarta (ANTARA News) - Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian hadiah terkait pengurusan perkara sengketa pilkada Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara di MK tahun 2011.
"RS (Rusli Sibua) tidak hadir, saya belum dapat konfirmasi alasan ketidakhadirannya," kata Kepala Bagian Pemberitaan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.
Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan Rusli sebagai tersangka untuk pertama kalinya sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Juni 2015.
"Kalau tidak hadir seharusnya menyampaikan surat pemberitahuan," kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi.
Namun KPK akan memanggil ulang Rusli.
"KPK akan melakukan penegakkan hukum yang sama termasuk bupati Morotai bila dipanggil sekali tidak diindahkan, lalu kita panggil lagi kedua dan yang ketiga bisa dipanggil lagi atau bisa juga dijemput," tambah Johan.
KPK menyangkakan Ruski berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.
Hari ini KPK juga memeriksa panitera MK Kasianur Sidauruk untuk saksi Rusli.
"Hari ini hanya untuk menambahkan keterangan kaitannya dengan Kabupaten Morotai, Saya tidak tahu siapa (tersangkanya) yang jelas kita disuruh menyerahkan bukti risalah persidangannya dengan berkas putusannya. Itu saja, yang lain tidak ada," kata Kasianur seusai diperiksa sebagai saksi di KPK hari ini.
Dalam dakwaan Akil, disebutkan bahwa Akil menerima Rp2,99 miliar dari Rusli Sibua.
KPU pulau Morotai sesungguhnya memenangkan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, namun Rusli Sibua dan Weni R Praisu menggugat putusan tersebut di MK dan menunjuk Sharin Hamid sebagai penasihat hukum.
Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva untuk memutus sengketa tersebut.
Sahrin Hamid kemudian menghubungi Akil dan dibalas dengan telepon agar Rusli menyiapkan uang sebesar Rp6 miliar sebelum putusan dijatuhkan, tapi Rusli hanya menyanggupi Rp3 miliar.
Setelah menerima informasi mengenai jumlah uang yang sanggup dipenuhi, Akil meminta Sahrin mengantar langsung ke kantor MK, tapi Sahrin menolak karena tidak beranisehingga akhirnya ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat dengan keterangan "angkutan kelapa sawit".
Rusli mengirim uang tersebut dalam tiga kali transaksi dengan nilai total Rp2,989 miliar. Pada putusan 20 Juni 2011, MK pun memenangkan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu dengan jumlah suara 11.384.
Terkait kasus ini, KPK juga sudah menjerat sejumlah pihak yaitu Akil Mochtar yang divonis seumur hidup, mantan bupati Gunung Mas Hambit Bintih divonis 4 tahun penjara, tim sukses Hambit, Cornelis Nalau Antun yang divonis 3 tahun, anggota Komisi II Chairun Nisa yang divonis 4 tahun penjara, pengacara Susi Tur Andayani divonis 5 tahun penjara, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5 tahun kurungan, adik Ratu Atut pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang divonis 5 tahun penjara.
Selanjutnya tangan kanan Akil Muhtar Ependy divonis 5 tahun penjara, Walikota Palembang Romi Herton yang divonis 6 tahun dan istrinya Masyito divonis 4 tahun, serta Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang yang dihukum 4 tahun penjara.
Sedangkan yang masih dalam tahap penyidikan adalah pasangan calon bupati dan wakil Bupati Lebak Amir Hamzah dan Kasmin.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015