Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah korban gempa dan tsunami 24 Desember 2004 merubuhkan bangunan rumah bantuan yang dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, karena kualitasnya mereka nilai sangat rendah, Senin.
"Kami terpaksa merubuhkan bangunan rumah yang sedang dikerjakan ini, karena kualitasnya sangat rendah, dan cukup khawatir bagi keselamatan jiwa," kata Jamaluddin, warga calon penerima bantuan penduduk di Desa Lampoh Daya, Kota Banda Aceh, Senin.
Ia menjelaskan, rumah permanen tipe 36 yang baru selesai dikerjakan sekira 40 persen itu terpaksa dirubuhkan di beberapa bagian dengan harapan adanya perhatian dari pihak kontraktor pelaksana pembangunan.
"Saya juga minta perhatian BRR Aceh-Nias, agar dapat mengontrol pelaksanaan pembangunan rumah korban tsunami yang dikerjakan pihak kontraktor, sehingga masyarakat korban tsunami tidak dirugikan," tambahnya.
Di desa itu terdapat sedikit-dikitnya 28 unit rumah bantuan BRR Aceh-Nias yang menggunakan material bata fom, dan dikerjakan kontraktor PT Darul Khairi.
"Hampir seluruh korban tsunami menolak menerima rumah bantuan BRR yang menggunakan material bata fom yang dibangun kontraktor tersebut, karena kualitasnya sangat rendah. Jangan sampai selamat dari tsunami, namun akan menjadi korban tertimpa bangunan saat kami akan tinggal di rumah ini," katanya.
Mukson, warga lainnya, juga menyatakan keprihatinannya terhadap kualitas bangunan rumah bantuan yang akan diterimanya buruk.
"Boleh lihat sendiri kualitas rumah bantuan BRR yang dikerjakan kontraktor itu cukup rendah, kusen pintu dan jendelanya dari material kayu semberangan. Kami memang butuh rumah tempat tinggal setelah rumah kami hancur diterjang tsunami, namun bantuannya jangan dikerjakan asal jadi," jelasnya.
Sementara itu, salah seorang pengawas (mandor) PT Darul Khairi, mengaku banyak warga yang protes karena merasa tidak puas terhadap kualitas bangunan perumahan tersebut.
"Kami menerima komplain dari masyarakat calon penerima terhadap status rumah yang sedang dibangun itu, kami akan memperbaikinya," kata salah seorang pengawas, yang tidak bersedia disebutkan namanya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007