Jakarta (ANTARA News) - Pencairan dana Surat Utang Negara yang dimiliki perbankan sebesar 65,39 persen dari total nilai Rp418,75 riliun tak hanya tergantung pada perbankan saja, tetapi juga harus diikuti persiapan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk bisa menggerakkan sektor riil "Perbankan siap mengalihkan dana SUN itu ke kredit, apalagi bank-bank saat ini kelebihan likuiditas, namun harus diimbangi dengan persiapan yang dilakukan pemerintah dan BI," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Senin. Sebelumnya, Menkeu mengatakan sektor riil diharapkan mulai tumbuh dengan dukungan dari perbankan melalui fungsi intermediasinya, sehingga perbankan harus mulai me-"relinguish" (melepaskan) kepemilikan SUN dan mulai melakukan aktivitas penyaluran kredit. Kostaman mengatakan dana SUN yang dimiliki perbankan sebesar 65,39 persen dari total nilai Rp418,75 triliun cukup besar untuk dialihkan ke kredit. Dominasi perbankan itu mengakibatkan aliran dana ke sektor riil menjadi terbatas, sehingga realisasi kredit untuk dunia usaha perlu didorong, katanya. Menurut Kostaman, perbankan saat ini kelebihan likuiditas, sehingga terpaksa menempatkan dananya di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) daripada dana tersebut tidak dapat disalurkan ke tempat lain. Akibatnya, rasio penyaluran kredit bank dibanding dana pihak ketiga ("Loan to Deposito Ratio"/LDR) rata-rata telah mencapai 50 persen. "Kami sebenarnya siap menyalurkan dana SUN asalkan pemerintah juga melakukan berbagai kebijakan yang bisa mendorong perrtumbuhan ekonomi lebih baik lagi," katanya. Apalagi, katanya, dana SUN yang akan disalurkan ke kredit bunganya juga lebih besar, berkisar antara 14-16 persen ketimbang bunga SUN. Karena itu, perbankan sangat berminat menyalurkan dana SUN itu, ucapnya. Ia lebih lanjut mengatakan pemerintah harus segera membenahi diri untuk mendorong sektor riil bergerak lebih jauh, seperti iklim investasi, perpajakan, perburuhan dan keamanan. Karena tanpa upaya pemerintah, maka sistem perpajakan, iklim investasi, perburuhan dan kepastian hukum belum memberikan harapan, maka perbankan akan kesulitan menyalurkan kreditnya. "Kami harus hati-hati dalam menyalurkan kredit kepada nasabah, karena tanpa hati-hati dikhawatirkan penyaluran kredit itu akan menimbulkan masalah," tambahnya. Mengenai BI, menurut dia, juga telah memberikan pelonggaran kredit bagi bank-bank yang akan menyalurkan kreditnya ke sektor riil, seperti pelonggaran batas maksimum penyaluran kredit (BMPK). Namun kondisi pasar yang masih belum mendukung, membuat perbankan lebih ekstra ketat dalam menyalurkan kreditnya, katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007