Pembiayaan investasi saat ini sudah lebih berkualitas dibanding periode-periode sebelumnya. Meskipun pola kerjasama investasi antar bisnis (b to b) namun lebih terjamin karena dikawal masing-masing pemerintah, Tingkok dan Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Rini M Soemarno mengatakan perjanjian kerja sama pembiayaan investasi dengan Tiongkok saat ini lebih berkualitas dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
"Pembiayaan investasi saat ini sudah lebih berkualitas dibanding periode-periode sebelumnya. Meskipun pola kerjasama investasi antar bisnis (b to b) namun lebih terjamin karena dikawal masing-masing pemerintah, Tingkok dan Indonesia," kata Rini, saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Rini, kerja sama pembiayaan yang saat ini sudah dilakukan adalah penjajakan pinjaman dari lembaga keuangan Tiongkok yaitu China Development Bak (CBD) dan Industrial and Commercial Bank of China Limited (ICBC) dengan komitmen sekitar 40 miliar dolar AS.
Kerja sama ini merupakan hasil kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Tiongkok pada Februari 2015, yang tertuang dalam nota kesepahaman antara Kementerian BUMN RI dengan National Development Reformation Commission (NDRC), Tiongkok.
Dalam kerja sama itu ditekankan bahwa pembiayaan direkomendasikan kepada perusahaan terbaik sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Rini mengacu pada pembiayaan investasi program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW yang juga mengandalkan investor asal Tiongkok, dinilai kurang berhasil karena menurut catatan hanya terealisasi sekitar 4.500 MW.
"Bukan membandingkan, tapi faktanya demikian. Hal itu juga diakui Pemerintah Tiongkok bahwa kerja sama b to b yang dilakukan sebelumnya bukan oleh BUMN Tiongkok yang berkualitas. Kualitasnya bukan nomor satu, tapi mungkin nomor tiga," kata Rini.
Untuk itu mantan Menperindag periode 2012-2014 ini mengatakan, dalam kerja sama ini NDRC Tiongkok juga meminta BUMN Indonesia yang menjadi mitra juga lebih berkualitas.
"Pembiayaan harus diarahkan untuk proyek-proyek yang positif. Ini kerja sama jangka waktu panjang dengan bunga yang lebih rendah, jadi harus dimanfaatkan dengan baik," ujar Rini.
Ia menambahkan, skema pembiayaan ini dilakukan sama yaitu "b to b" namun diawasi pemerintah.
"Harus dijaga betul perjanjiannya, karena ini bukan pinjaman lunak melainkan komersial," ujarnya.
Ia mencontohkan, CDB sudah menandatangani kerja sama dengan PT PLN (Persero) untuk membiayai pembangunan pembangkit di Cilacap dengan nilai investasi sekitar 10 miliar dolar.
Selain PLN juga sedang dalam proses penjajakan membiayai proyek bauksit milik PT Antam Tbk, di Kalimantan.
Sedangkan ICBC yang menyediakan pinjaman sekitar 20 miliar dolar diarahkan untuk kerja sama BUMN Indonesia dan BUMN Tiongkok dengan catatan hanya bisa terealisasi untuk proyek-proyek yang sudah melalui analisa mendalam dan studi kelayakan yang mendetil.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015