"Kalau saya sih, rupiahnya tim forex (foreign exchange atau valuta asing) research kami agak bearish, ya, ke 13.900, tetapi itu dengan kenaikan BI rate (suku bunga acuan bank sentral)," katanya dalam acara Buka Puasa Bersama Standard Chartered Bank dan Diskusi Panel "Tantangan dan Peluang dalam Mengembangkan Sektor Perusahaan Menengah di Indonesia" di Jakarta, Senin.
Nilai tukar rupiah akhir tahun diprediksi berada di Rp13.900 merupakan skenario yang konservatif.
Ia mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah adalah fenomena "superdolar" dan Yunani yang terancam keluar dari Eropa.
"Ada pengaruh superdolar, Yunani cenderung implikasinya tidak begitu bagus pada pasar finansial," katanya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa suku bunga acuan bank sentral atau BI rate diprediksikan naik 7,75 persen jika Fed rate naik.
"Kalau tidak dinaikkan BI rate-nya, mungkin pressure-nya (tekanan terhadap nilai tukar rupiah) lebih besar lagi," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa BI rate sulit turun karena kondisi rupiah yang masih tertekan.
"Saya melihat tahun ini BI rate tidak diturunkan karena rupiahnya masih dalam kondisi seperti ini. Kalau diturunkan hanya 25 basis poin, 50 basis poin dampaknya lebih banyak lost-nya (hilang) daripada benefit-nya (keuntungan)."
Ia mengatakan bahwa rupiah tertekan berdampak pada inflasi yang naik.
Berdasarkan laman resmi Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada hari Jumat (26/6) melemah hingga Rp13.338 dan pada hari Senin (29/6) hingga Rp13.356.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015