"Memang bagi saya PKL merupakan tulang punggung ekonomi kerakyatan. Tapi bukan berarti bisa berjualan di sembarang tempat, apalagi fasilitas umum, seperti jalan dan trotoar," kata Purnama, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin.
Bagi dia, PKL yang berjualan di pinggir jalan atau di atas trotoar kerap mengganggu kenyamanan warga yang menggunakan fasilitas publik itu.
"Coba saja lihat, seringkali ada saja pedagang yang berjualan bahkan sampai betul-betul menutupi trotoar, sehingga orang jadi susah lewat. Kalau sudah begitu namanya merugikan orang banyak," ujar dia.
Hanya sekitar 500 meter dari kantornya yang megah dan menjulang di "Ring 1" wilayah elit Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, PKL dan penjaja berbagai jenis makanan seolah menjajah trotoar jalan sejak lama.
Itu terjadi --dalam skala sangat menyolok dan masif-- di sepanjang Jalan Agus Salim, dari perempatan Jalan Kebon Sirih Raya menuju Gedung Sarinah, di tepi Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Saban hari selepas pukul 16.00 WIB, tenda-tenda penjual makanan digelar sejak dari persis batas toko hingga seluruh trotoar selebar sampai lima meter itu. Jangan lagi sampah padat dan cair bekas makanan dari penjual makanan itu.
Jalan sampai sangat macet, untuk menjelajahi jalan sejarak 300 meter itu memerlukan waktu hingga 40 menit pada jam-jam sibuk. Mobil dan motor harus bersinggungan dengan tenda, yang bercampur dengan pejalan kaki, kepada siapa seharusnya trotoar itu dibangun pemerintah memakai uang rakyat.
Oleh karena itu, dia menuturkan apabila ada pedagang yang membuka lapaknya di tengah-tengah fasilitas publik, sehingga mengganggu ketertiban umum, maka akan segera ditertibkan.
Oleh karena itu, dia menuturkan apabila ada pedagang yang membuka lapaknya di tengah-tengah fasilitas publik, sehingga mengganggu ketertiban umum, maka akan segera ditertibkan.
Pewarta: Cornea Khairany
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015