"Saat ekskavasi kemarin kami menemukan banyak sekali kerang, ini bisa menginformasikan pola konsumsi masyarakat di sana, tapi bisa juga karena gejala-gejala alam, naiknya permukaan air laut atau tsunami seperti yang dikatakan masyarakat, terjadi sekitar antara abad 19 hingga 20," katanya, di Ambon, Sabtu.
Dia mengatakan, kerang-kerang tersebut ditemukan timnya ketika melakukan penggalian secara vertikal di kedalaman antara 20 hingga 30 cm untuk melihat lapisan budaya di situs Uifana, Kecamatan Pulau-Pulau Aru yang juga merupakan pemukiman masyarakat muslim pertama di wilayah Kepulauan Aru.
Tak banyak yang bisa ditemukan dalam ekskavasi tersebut, selain aneka jenis kerang laut yang menutupi hampir seluruh wilayah galian.
"Di sana hanya ada dua lapisan tanah, kerang-kerang itu ditemukan di lapisan yang pertama, ada tulang binatang juga yang belum kami identifikasi jenisnya, tapi jumlahya tak sebanyak kerang," ucapnya.
Ahli kepurbakalaan Islam itu mengatakan indikasi yang membenarkan pernah terjadi tsunami juga didukung oleh lokasi komplek pemukiman Uifana yang berada tidak jauh dari muara sungai, jaraknya hanya berkisar 100 meter.
"Posisi Pulau Ujir tidak terlalu tinggi dari permukaan laut, sedangkan Uifana juga berada di dekat muara sungai, tapi untuk memastikan benar atau tidaknya temuan ini berkaitan dengan tsunami, masih perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi," ucapnya.
Situs Uifana telah menjadi perhatian Balai Arkeologi Ambon sejak tahun 2014. Survei pertama di wilayah tersebut dilakukan sekitar Maret 2014 yang kemudian dilanjutkan dengan ekskavasi baru-baru ini.
Tak banyak yang bisa ditemukan dalam ekskavasi tersebut, selain aneka jenis kerang laut yang menutupi hampir seluruh wilayah galian.
"Di sana hanya ada dua lapisan tanah, kerang-kerang itu ditemukan di lapisan yang pertama, ada tulang binatang juga yang belum kami identifikasi jenisnya, tapi jumlahya tak sebanyak kerang," ucapnya.
Ahli kepurbakalaan Islam itu mengatakan indikasi yang membenarkan pernah terjadi tsunami juga didukung oleh lokasi komplek pemukiman Uifana yang berada tidak jauh dari muara sungai, jaraknya hanya berkisar 100 meter.
"Posisi Pulau Ujir tidak terlalu tinggi dari permukaan laut, sedangkan Uifana juga berada di dekat muara sungai, tapi untuk memastikan benar atau tidaknya temuan ini berkaitan dengan tsunami, masih perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi," ucapnya.
Situs Uifana telah menjadi perhatian Balai Arkeologi Ambon sejak tahun 2014. Survei pertama di wilayah tersebut dilakukan sekitar Maret 2014 yang kemudian dilanjutkan dengan ekskavasi baru-baru ini.
Hingga sekarang usia kawasan pemukiman yang ditinggalkan penduduknya karena hancur dibombardir Jepang, masih belum diketahui secara pasti.
Pewarta: Shavira Alaidrus
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015