"Dari total 21.134 bayi kurang gizi tersebut, 1.918 balita di antaranya menderita gizi buruk," katanya kepada Antara di Kupang, Sabtu, ketika ditanya soal penanganan kasus gizi buruk di daerah ini.
Ia mengatakan balita yang mengalami kekurangan gizi tersebut menyebar di Kabupaten Sikka sebanyak 5.174 balita, Timor Tengah Utara 4.236 balita, Timor Tengah Selatan 2.285 balita, Manggarai Barat 1.242 balita dan Kabupaten Belu 1.039 balita.
"Kasus gizi buruk ini hampir menyebar merata di seluruh NTT, namun Kabupaten Sumba Tengah, Ngada, Nagekeo dan Kota Kupang mencatat angka di bawah 100 orang," katany.
Anggota DPRD NTT Kasintus Proklamasi Ebu Tho yang dihubungi secara terpisah menilai pemerintah daerah tidak serius menangani masalah gizi buruk sehingga jumlahnya terus membengkak dari tahun ke tahun.
"Sangat disayangkan kasus ini terus menggerogoti anak-anak balita di NTT sampai mengakibatkan belasan anak harus meninggal dunia," ujarnya.
"Saya rasa kurang logis jika kasus gizi buruk dan kurang gizi ini masih terus mendera balita-balita di NTT, karena pemerintah sudah mengalokasikan dana Rp2 miliar untuk menangani kasus gizi buruk tersebut," tambahnya.
Menurut dia, masih terus munculnya kasus gizi buruk ini mencerminkan bahwa Dinas Kesehatan NTT tidak serius dalam menangani kasus ini.
"Kami berharap jajaran Dinas Kesehatan NTT serius dalam menangani kasus gizi buruk ini, karena anggarannya sudah tersedia," katanya menambahkan.
Dia menambahkan ketika masih kerja sama dengan GTZ Jerman dan AusAid Australia banyak anak NTT yang terbantu dari masalah kekurangan gizi, namun dalam lima tahun terakhir, kondisinya malah memburuk kembali.
"Kita dorong pemerintah daerah untuk menjalin kerja sama dengan negara luar agar bisa membantu mengatasi masalah yang kita hadapi saat ini," katanya.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015