Yogyakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua MPR, Amien Rais, berpendapat sudah saatnya bangsa Indonesia menggalang kemandirian, dengan mengelola sumber daya manusia dan sumber daya alamnya secara mandiri tanpa intervensi pihak asing. "Pihak asing harus dijadikan sebagai mitra bukan sebagai majikan seperti yang terjadi selama ini," katanya dalam Diskusi Publik Refleksi Pergantian Tahun yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia di Yogyakarta, Minggu. Ia mengatakan selama ini bangsa Indonesia tidak berpenampilan sebagai majikan, melainkan sebagai jongos bagi kepentingan asing, padahal bangsa ini memiliki kekayaan alam yang sangat besar baik pertambangan maupun kehutanan. Namun semua kekayaan itu diberikan kepada pihak asing, yang menujukkan bahwa bangsa ini tidak memiliki kemandirian. "Dulu kita merupakan bangsa yang hebat dan memiliki banyak tokoh bermental harimau dan pemberani, seperti Pangeran Diponegoro dan Sultan Hassanudin, tapi kini kita bagaikan jongos bagi bangsa asing," katanya. Menurut dia, semua itu menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk berupaya agar generasi penerus memiliki mental seperti harimau dan pemberani, tidak hanya menjadi jongos bagi pihak asing. Pada kesempatan itu, Amien Rais juga mengatakan korupsi di Indonesia terjadi mulai tingkat rendah hingga tinggi. "Korupsi tingkat rendah di antaranya untuk mengurus segala sesuatu kita harus mengeluarkan duit," katanya. Korupsi tingkat menengah adalah kolusi antara penguasa dan pengusaha, sedangkan tingkat tinggi ditunjukkan oleh penguasa yang memberikan kekayaan alam untuk kepentingan asing. Saat ini korupsi dari tingkat rendah sampai tinggi belum dapat diberantas sepenuhnya. "Untuk memberantas korupsi diperlukan komitmen semua pihak, terutama pemerintah," katanya. Paling lama Sementara itu, Kandidat Doktor Ekonomi Islam Universitas Kebangsaan Malaysia, Dwi Condro Triono mengatakan dibandingkan dengan negara lain yang sama-sama terkena dampak krisis, Indonesia menjadi negara yang paling berat mengalami dampak tersebut dan paling lama menjalani proses pemulihan. "Paling berat karena krisis yang bermula dari nilai tukar mata uang itu kemudian berkembang menjadi krisis moneter, terus menjadi krisis ekonomi dan selanjutnya menjadi krisis multidimensional baik ekonomi, politik, sosial, hukum, pendidikan bahkan sampai pada krisis kemanusiaan," katanya. Paling lama pulih karena karena sampai pada awal 2007 tanda pulih dan menjadi sehat masih belum tampak. Menurut dia, krisis di Indonesia akhirnya menjadi krisis yang nyaris sempurna ketika dalam dua tahun terakhir dilengkapi dengan berbagai musibah yang melanda negara ini dengan skala kehancuran yang melampaui ambang batas kepiluan. Upaya reformasi yang selama ini telah diperjuangkan pada hakekatnya baru sebatas perubahan yang bersifat fungsional, belum mengarah pada perubahan struktural yang bersifat sistemik. "Upaya perubahan yang bersifat fungsional itu belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan," katanya. Diskusi publik refleksi akhir pergantian tahun itu diikuti oleh ratusan anggota Hizbut Tahrir Indonesia. (*)
Copyright © ANTARA 2007