Jakarta (ANTARA News) - Perlu penegakan hukum tegas dan konsisten untuk membersihkan jalur TransJakarta dari para pelanggar yang sering menerobos jalur khusus itu.
"Penegakan hukumnya masih lemah, jika ada sifatnya tidak merata," kata Edo Rusyanto Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) di Jakarta, Jumat.
Menurutnya untuk menciptakan lalu lintas yang tertib dibutuhkan penegakan hukum yang tegas, konsisten, kredible, transparan dan tidak pandang bulu terhadap seluruh pelanggar yang menerobos jalur Transjakarta.
Pemerintah sebenarnya sudah memiliki aturan terkait sterilisasi jalur Transjakarta yang tertuang dalam UU No 22/2009 tentang LLAJ dengan denda maksimal Rp 1 juta bagi roda empat dan Rp 500 ribu bagi roda dua. Kendati tidak masih terdapat pelanggar yang belum jera.
Edo juga mengkritik sikap "jalan pintas" dan rendahnya kepekaan sosial pengguna jalan yang tidak peduli bahwa jalur Transjakarta diperuntukkan bagi pengguna moda transportasi umum itu.
"Di jalan raya, mereka pertontonkan dengan melanggar aturan. Padahal mayoritas kecelakaan dipicu perilaku berkendara tidak tertib," katanya.
Banyaknya pembiaran yang dilakukan penegak hukum terhadap penerobos jalur Transjakarta juga membuat pengendara tidak segan untuk melintas di jalur itu.
"Akibat banyaknya pembiaran, maka masuk jalur busway jadi kebiasaan. Psikologis pengendara akan berpikir 'ah disini sudah biasa melintas dan tidak ditilang polisi'," kata Mukhammad Azdi Dahlan dari Oto Blogger Indonesia yang juga relawan Road Safety Association Indonesia (RSA).
Azdi berpendapat untuk menertibkan pengendara bukan dengan cara meninggikan separator Transjakarta melainkan ketegasan penegak hukum yang membuat jera para pelanggar.
"Di jalur dengan separator yang tinggi pun pernah dibongkar warga atau penggendara. Bahkan ada pengendara yang mengangkat motornya melintasi separator demi menghindari polisi saat ada razia di jalur itu," kata Azdi.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015