Sejak dulu, masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata (religi) yang ramai dikunjungi oleh warga luar daerah pada akhir pekan dan hari-hari tertentu

Sumenep (ANTARA News) - Takmir Masjid Jamik Keraton Sumenep, Jawa Timur, mempunyai dua pemandu wisata untuk melayani sekaligus memberikan informasi kepada para pengunjung masjid yang dibangun pada 1779 hingga 1787 tersebut.

"Sejak dulu, masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata (religi) yang ramai dikunjungi oleh warga luar daerah pada akhir pekan dan hari-hari tertentu. Oleh karena itu, kami menunjuk dua pengurus untuk bertindak layaknya pemandu wisata," kata Ketua Takmir Masjid Jamik Keraton Sumenep, Husin Satriawan di Sumenep, Jumat.

Ia mengaku tidak main-main dalam menyiapkan dua pengurus takmir masjid itu sebagai pemandu wisata.

"Dua pengurus tersebut diikutkan kursus singkat menjadi pemandu wisata. Waktu kursusnya selama seminggu. Selain itu, kami juga bersinergi dengan pihak terkait di Dinas kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Sumenep," ujarnya, menerangkan.

Husin juga mengemukakan, jumlah pengunjung dari luar daerah yang datang ke masjid pada 2013 sebanyak 40.750 orang dan pada 2014 sebanyak 61.350 orang.

"Namun, bisa saja jumlah riilnya melebihi angka tersebut, karena kami hanya mencatat pengunjung yang melapor ke pengurus takmir masjid," kata Husin, menambahkan.

Pengunjung dari luar daerah yang datang ke Masjid Jamik Keraton Sumenep, biasanya secara berombongan dan menggunakan bus.

Dalam laman milik Disbudparpora Sumenep, masjid tersebut didirikan pada era pemerintahan Panembahan Somala, Adipati Sumenep yang memerintah pada 1762-1811 M.

Pelaksanaan pembangunan masjid yang memiliki nama asli Masjid Jamik Panembahan Somala itu dimulai pada 1779 dan selesai pada 1787.

Pembangunan masjid yang diarsiteki oleh Lauw Piango (arsitek asal Tiongkok) tersebut memang berhubungan dengan Keraton Sumenep. Kala itu, masjid tersebut akan difungsikan sebagai tempat ibadah bagi keluarga keraton dan masyarakat.

Masjid yang sekarang diberi nama Masjid Jamik Keraton Sumenep itu memiliki corak arsitektur yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan Tiongkok, Arab Persia, Eropa, Jawa, dan Madura. Itu terlihat pada pintu masuk utama masjid yang bernuansa kebudayaan Tiongkok dan Portugis.

Keragaman corak arsitektur semakin terasa, jika melihat bagian atap yang bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi layaknya beragam bentuk candi di Pulau Jawa.

Selain pada bagian atap, pengaruh budaya Jawa juga terlihat di dalam bangunan utama yang terdiri atas 13 pilar besar dan ukiran yang menghiasi 10 jendela dan sembilan pintu.

Sementara itu, pengaruh budaya Madura terlihat pada pemilihan warna pintu utama dan jendela-jendela masjid.

Keragaman lainnya juga terlihat pada bentuk mihrabnya yang bernuansa kebudayaan Tiongkok dengan hiasan keramik khas Cina dan minaret setinggi 50 meter di sebelah barat masjid yang dipengaruhi oleh arsitektur Eropa.

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015