Surabaya (ANTARA News) - Sejumlah jamaah haji (JH) kelompok terbang (kloter) pertama asal Debarkasi (titik kedatangan) Surabaya yang tiba di VVIP bandara internasional Juanda Surabaya, Sabtu sore, menganggap kasus keterlambatan katering jamaah sebagai cobaan. "Kami memang mengalami banyak rintangan, seperti jatah katering yang terlambat, tapi kami menilai hal itu sebagai cobaan. Haji kali ini `kan haji akbar, maka cobaannya juga akbar," ujar Ahmad Rustam (23) dari Geger, Bangkalan. Namun, katanya, dirinya senang karena akhirnya tiba juga di Tanah Air, meski dirinya ada banyak cobaan di Tanah Suci. "Keterlambatan katering itu membuat kami kelaparan selama dua hari dua malam," tegasnya. Apalagi, katanya, dirinya seperti "terkurung" sehingga hanya makan roti dengan air yang diberikan pemerintah Arab Saudi. "Mau cari makan, kami seperti terkurung, sehingga kami hanya makan jatah yang ada yaitu roti dan air," paparnya. Senada dengan itu, Abdus Salam dari Kemayoran, Bangkalan juga mengaku tidak mendapatkan katering selama dua hari dua malam, sehingga dirinya terpaksa membeli nasi "Buchori" yang harganya tergolong mahal yakni 10 real sepiring. "Karena itu, kami harus menghemat dengan makan sehari dua kali saja, bahkan belinya juga harus rebutan. Jatah roti dan air dari pemerintah Arab Saudi itu `nggak masuk` (tidak mencukupi untuk mengganjal perut)," kilahnya, didampingi isterinya, Hamidah. Menanggapi hal itu, Kepala Kanwil Depag Jatim Drs H Roziqi MM menyatakan Menag sudah menjelaskan kronologis kasus itu secara gamblang. "Pemerintah sendiri mengganti uang makan 300 real setiap jamaah saat berada di Jeddah," ucapnya. Bawaan raib Sejumlah JH kloter pertama asal Debarkasi Surabaya juga mengeluhkan raibnya tas bawaan setibanya di bandara internasional Juanda Surabaya. "Saya kehilangan dua tas bawaan, padahal isinya oleh-oleh (buah tangan). Tas itu memang sempat diminta petugas, apakah tas itu diambil petugas ya," ujar Ny Kusminati asal Bangkalan yang tampak kesal mengetahui barang bawaannya tak ada setiba dirinya di Surabaya. Menanggapi hal itu, Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Surabaya Drs H Najiyullah MSi menegaskan bahwa barang bawaan memang diatur tak boleh melebihi 35 kilogram untuk koper (bagasi) dan tak boleh melebihi 5 kilogram untuk tas tenteng (kabin). "Tapi, kalau memang `diambil` petugas dari Saudi Arabia, jangan khawatir, karena barang tercecer seperti itu pasto akan dikembalikan ke Indonesia bersama kloter lain dan pemiliknya akan dapat mengambilnya nanti," ujarnya. Menurut Kepala Bidang Haji, Zakat dan Wakaf (Hazawa) Kanwil Depag Jatim itu, pemilik barcer (barang tercecer) dapat mengambilnya di asrama haji atau di kantor Depag setempat hingga tiga bulan setelah kloter terakhir tiba pada 3 Februari mendatang. "Caranya juga mudah yaitu tunjukkan identitas atau ciri khas tas miliknya dan membawa paspor, tapi kalau tas itu sudah mencantumkan alamat tentu akan diambilkan petugas Depag setempat dari asrama haji untuk dibawa ke daerahnya," paparnya. Namun, katanya, bila hingga batas waktu yang ditentukan tetap tidak ada yang mengambil barang itu, maka PPIH Debarkasi Surabaya akan menyerahkan ke Kanwil Depag Jatim dan Depag Jatim akan menyalurkannya ke panti asuhan di Surabaya dan sekitarnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007