Bentuknya bulat mungil dan kenyal saat disentuh.
Bedak putih kental yang menyelimutinya juga menjadi ciri khas makanan yang identik dengan Sukabumi itu.
Mochi namanya, sama dengan nama makanan serupa yang asli Jepang.
Mochi asli Sukabumi lebih mungil jika dibandingkan mochi asli Jepang, dan sudah puluhan tahun penganan itu menjadi ciri khas dari kabupaten di Jawa Barat itu.
"Mochi yang dijual di sini memang diadaptasi dari makanan Jepang," kata Amang, seorang pelayan di pusat penjualan mochi di Sukabumi, di Gang Kaswari.
Menurut dia, mereka didongengi bahwa proses kreatif yang menjadikan mochi menjadi makanan khas Sukabumi memang bersumber dari mochi yang dibuat dan dimakan beramai-ramai saat perayaan tradisional "mochi tsuki" atau tahun baru di Jepang.
Industri kreatif di sebuah gang yang kini menjadi pusat oleh-oleh Sukabumi itu, menurut Amang, bermula dari inovasi yang dilakukan lelaki bernama Kuswandi, puluhan tahun lalu.
Kuswandi merupakan lelaki yang rajin membantu neneknya membuat mochi ala Jepang saat bala tentara Jepang di Sukabumi membutuhkan penganan itu untuk merayakan hari besar mereka.
Keahlian Kuswandi membuat makanan berbahan tepung ketan itu saat pendudukan Jepang kemudian dikembangkan menjadi mochi khas Sukabumi seperti yang sekarang dikenal.
Waktu terus bergulir hingga kini mochi juga identik dengan Gang Kaswari.
Itu bermula dari berdirinya pabrik Mochi Lampion di sana.
Menurut cerita, nama lampion itu diambil oleh pendiri pertama karena warna dan bentuk alat penerangan yang dipakai bangsa China dan Jepang itu enak dipandang.
Pabrik tersebut terus hidup dan dikelola secara turun-temurun.
Bersama pabrik mochi lainnya, Mochi Lampion mewarnai Gang Kaswari yang terletak di Jalan Bhayangkara, Sukabumi, sebagai tempat yang wajib dikunjungi orang yang suka mochi. Di gang itulah makanan khas Sukabumi yang berbentuk bulat, kenyal, mungil itu dijual.
Di Gang Kaswarilah orang-orang mencari mochi khas Sukabumi yang asli.
Menurut Ketua RT di gang tersebut, awalnya hanya satu pabrik mochi di sana dan seiring berjalannya waktu, pabrik mochi pun menjamur di kawasan yang sama.
"Tahun 1983 masih satu. Ke sini ada banyak," kata Cecep, sang Ketua RT.
Itu tidak lain karena banyak pegawai dari pabrik pemula yang kemudian mendirikan pabrik yang sama. Sejumlah mantan pegawai itu mendirikan pabrik sendiri.
"Saya sih senang banyak pabrik mochi di sini. Jadi kampung saya ramai dikunjungi wisatawan," kata Cecep.
Cecep mengakui sebenarnya banyak tempat belanja oleh-oleh khas Sukabumi di kotanya itu. Namun ia percaya bahwa Gang Kaswari selalu menjadi bahan rujukan.
Khas
Yang khas dari mochi versi Sukabumi itu adalah kemasannya yang berupa keranjang bambu kecil.
Satu paket terdiri atas lima keranjang persegi empat yang masing-masing wadahnya berisi 10 buah mochi dijual Rp35.000. Paket itu berisi mochi dengan berbagai aroma; pandan, vanila, pisang ambon, blueberry, melon, moka, stroberi, dan durian.
Awalnya, semua mochi berisi kacang. Tapi kini ada sejumah pilihan isi, yaitu coklat, keju, wijen, stroberi, dan kombinasi spesial.
Mochi merupakan makanan kecil yang memiliki penggemar tetap dan kerap menjadi oleh-oleh utama bagi orang yang pergi ke Sukabumi. Oleh karena itu, penjualan mochi di gang itu terus tumbuh.
"Jika hari biasa kami menjual sekitar 2.000 kotak," kata Amang.
Angka penjualan itu bakal melonjak di musim liburan dan juga di saat bulan puasa. Menurut Amang, pada hari libur penjualan bisa tiga kali lipat dibandingkan hari biasa.
"Apalagi jika mendekati lebaran. Kami kewalahan untuk memenuhi permintaan pembeli," kata Amang.
Biasanya lima hari sebelum lebaran, orang mulai antre dan untuk mengantisipasi hal seperti, pabrik mochi sudah ambil ancang-ancang jauh hari sebelumnya.
Bagi mereka yang bosan dengan wadah keranjang bambu, Mochi Lampion juga menyediakan mochi dalam dus. Itu disebut sebagai upaya terus mengeluarkan inovasi demi kenikmatan pelanggan.
"Biasanya pelanggan yang mesen. Coba dong rasa ini, kayanya enak deh," kata Amang.
Seorang pembeli mochi yang ditemui di Gang Kaswari menyatakan, banyak orang Sukabumi, seperti juga dirinya, menjadikan mochi sebagai makanan pembuka puasa begitu azan magrib berkumandang.
"Jika di Arab tajilnya kurma, sebagai warga asli Sukabumi yang mewarisi makanan khas Sukabumi saya selalu menjadikan mochi sebagai tajil dan disandingkan dengan es buah atau kolak pisang," kata Wanti Rizkillah (21), seorang pelanggan yang mengaku menyukai mochi sejak kecil.
Karena itu pula, dia merasa kehilangan makanan kesukaan itu saat dia kos di Bandung untuk berkuliah.
Menurut dia, di Bandung memang ada mochi yang dijual di sejumlah tempat. Tapi karena dia menyukai mochi asli Sukabumi, maka dia jarang makan mochi saat berada di Bandung.
"Kebetulan juga saya besok harus kembali lagi ke Bandung. Saya beli dua keranjang untuk persediaan di tempat kos nanti," kata wanita berkerudung itu.
Menurut dia, mochi yang dijual di Bandung berbeda rasa dengan mochi yang biasa dia beli di kota kelahirannya itu.
Pembeli fanatik seperti Wanti itu sejalan dengan keyakinan produsen mochi di Gang Kaswandi yang menyebut bahwa sebanyak apa pun mochi yang dibuat di bulan puasa, diyakini bakal habis diserbu pelanggan.
Pelanggan seperti itu pula yang membuat produsen mochi sukabumi merasa sulit tersaingi oleh maraknya inovasi mochi yang bermunculan saat ini.
"Meskipun muncul berbagai jenis dan mochi baru, kami tidak takut dengan persaingan itu. Karena mereka yang tahu pasti datang ke sini. Tidak akan ke yang lain," kata Amang.
Amang juga mengatakan, jika ada orang yang menjual mochi di terminal atau halte bus dan menyebut itu mochi sukabumi, dipastikan itu semua palsu.
"Kami tidak jual eceran seperti itu, toko kami tetap di Gang Kaswari II sini" katanya.
Pewarta: Siti Nuraeni Agustia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015