Karachi (ANTARA News) - Gelombang panas telah menewaskan lebih dari 400 orang dalam tiga hari terakhir di Kota Karachi, Pakistan, menurut para pejabat pada Selasa (23/6) sementara paramiliter membangun tenda-tenda layanan medis darurat di jalan-jalan.
Kamar mayat milik lembaga amal Edhi Foundation menerima lebih dari 400 jenazah orang yang meninggal dunia karena panas, kata petugas kamar mayat Anwar Kazmi kepada kantor berita Reuters.
Namun rekapan jumlah total kematian akibat gelombang panas di provinsi itu tidak tersedia.
Sementara itu rumah sakit-rumah sakit umum masih sibuk melayani pasien yang menderita karena sengatan panas.
Salah satu rumah sakit publik besar di kota itu menyatakan semua tempat tidur pasiennya sudah penuh dengan 200 orang lebih yang sekarat karena dehidrasi atau kepayahan karena kepanasan.
"Beberapa dibawa sudah dalam keadaan meninggal dunia, sementara yang lain meninggal dunia dalam perawatan," kata Dr Seemin Jamali, direktur kerja sama di Jinnah Postgraduate Medical Centre.
Rumah Sakit Sipil juga penuh dengan pasien yang menderita karena sengatan panas.
Beberapa kipas angin tua meniupkan udara yang panas ke kucing-kucing liar yang terkapar di koridor-koridor gelap saat seorang polisi bergegas keluar untuk membelikan air dingin yang tidak tersedia di rumah sakit untuk temannya yang tidak sadarkan diri.
"Inilah keadaannya. Tidak ada yang peduli dengan orang miskin biasa di sini," kata Khadim Ali, mengeluh sambil mengipasi sepupunya Shahad Ali, pedagang sayur berusia 40 tahun yang ambruk karena kepanasan.
Pasukan paramiliter Rangers telah membangun tenda-tenda layanan medis di beberapa titik di kota dan menyediakan air serta garam anti-dehidrasi untuk warga.
Suhu mencapai 44 derajat Celsius di kota pelabuhan yang belakangan menjadi gerah, meningkat dari suhu normal selama musim panas sekitar 37 derajat Celcius. Tapi hujan diperkirakan segera datang.
"Angin laut akan datang malam ini. Suhu akan menurun ketika angin muson memasuki pantai Sindh, membawa hujan ke kota," kata Ghulam Rasool, direktur jenderal Departemen Meteorologi.
Gelombang panas yang datang bersama pemadaman listrik memicu kritik keras terhadap pemerintah provinsi dan K-electric, perusahaan yang menyediakan listrik untuk Karachi, kota terkaya di negeri itu yang menjadi rumah bagi 20 juta orang.
Pemerintah provinsi banyak dikritik oleh partai oposisi karena tidak mampu mengelola krisis, yang diperparah pemadaman listrik parah.
Pembangkit listrik kewalahan karena orang-orang menyalakan kipas angin dan pendingin udara secara bersamaan saat seluruh keluarga memasak.
Bulan suci Ramadhan, ketika Muslim tidak makan atau minum selama siang hari, bermula Jumat di kota itu. Tradisinya seluruh keluarga berbuka puasa bersama saat Ramadhan.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015