Arish, Mesir (ANTARA News) - Sedikitnya 22 gerilyawan garis keras tewas dan 30 lagi luka serius pada Senin (22/6), selama penyerbuan oleh pasukan keamanan terhadap persembunyian gerilyawan fanatik di Provinsi Sinai Utara, Mesir, kata beberapa sumber keamanan kepada Xinhua.
Menurut beberapa sumber, prajurit Angkatan Bersenjata berhadapan dengan gerilyawan dari saat fajar sampai sore. Pasukan keamanan menggunakan helikopter Apache dan tank untuk menyerang tempat pertemuan di tiga desa tempat gerilyawan merencanakan aksi teror terhadap pos baru militer di Sheikh Zuweid.
"Tiga jaringan gerilyawan merencanakan serangan ... dengan menggunakan pembom bunuh diri, bom mobil dan peledak serta sabuk, tapi Angkatan Bersenjata menggagal rencana mereka melalui serangan balasan lebih dulu," kata sumber tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua, Selasa pagi. Ia menyatakan gerilyawan itu adalah anggota kelompok yang diilhami oleh Al-Qaida dan berpusat di Sinai --Ansar Bayt Al-Mawdis (ABM).
Pada Senin pagi, tiga polisi dan tiga warga sipil cedera, saat dua peledak ditujukan ke dua bangunan yang kebanyakan dihuni oleh polisi di Kota Arish, Sinai Utara.
Kegiatan teror meningkat di Mesir sejak penggulingan presiden Mohamed Moursi oleh militer pada Juli 2013, dan selanjutnya penindasan keamanan terhadap pengikut setianya sehingga menewaskan lebih dari 1.000 orang dan membuat ribuan orang lagi ditangkap.
Sebaliknya, ratusan polisi dan personel militer tewas dalam serangan yang dilancarkan oleh gerilyawan fanatik dan gerilyawan lain sejak penggulingan Moursi.
Kelompok ABM, yang telah mengubah namanya menjadi "Negara Sinai" dan menyampaikan janji setia kepada kelompok fanatik Negara Islam (IS), mengaku bertanggung-jawab atas sebagian besar serangan anti-pemerintah.
Di dalam laporan tahunannya yang disiarkan pada penghujung Mei, Dewan Nasional Mesir bagi Hak Asasi Manusia mengatakan kerusuhan sejak penggulingan Moursi telah menewaskan 2.600 orang --700 polisi dan prajurit militer, 550 warga sipil dan 1.250 anggota Ikhwanul Muslimin, yang kini dilarang, dan pendukungnya.
(Uu.C003)
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015