Jakarta (ANTARA News) - Permohonan praperadilan yang diajukan mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan disidangkan hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Ya hari ini sidang perdana di PN Jaksel pukul 10.00 WIB," ujar kuasa hukum Barnabas, Wahyudi saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan tiga hal yang akan menjadi pokok permohonan praperadilan di antaranya tentang penetapan tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik-34/01/07/2014 tanggal 21 Juli 2014.
Kedua, masih mengenai penetapan tersangka berdasarkan Sprin.dik-09/01/03/2015 tanggal 26 Maret 2015.
"Ketiga tentang perintah perpanjangan penahanan sebagaimana Surat No.53/Tah.Pid.Sus/TPK/IV/2015/PN.Jkt.Pst tanggal 25 Mei 2015," kata Wahyudi.
Barnabas Suebu merupakan tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan Detail Engineering Design (DED) PLTA Danau Sentani dan Danau Paniai tahun anggaran 2008 di Provinsi Papua.
Sebelumnya, ia pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan "Detailing Engineering Design" (DED) Pembangkit Listrik Tenaga Air di Sungai Mamberamo dan Urumka tahun anggaran 2009-2010 di provinsi Papua.
Dugaan kerugian negara dari perkara ini adalah sekitar Rp9 miliar.
KPK sudah menahan Barnabas dan Direktur Utama PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) Lamusi Didi bersama dengan seorang tersangka lagi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan DED PLTA di Sungai Mamberamo dan Urumka tahun anggaran 2009-2010 yakni mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Jannes Johan Karubaba sejak 27 Februari 2015 lalu.
Nilai proyek DED PLT di Sungai Mambramo dan Urumka mencapai sekitar Rp56 miliar dengan kerugian negara senilai Rp36 miliar.
KPK menduga PT KPIJ melakukan penggelembungan harga proyek apalagi masih ada hubungan dengan Barnabas.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Yashinta Difa P.
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015