Jakarta (ANTARA News) - Teknologi secanggih apa pun memiliki keterbatasan kemampuan, termasuk teknologi yang dimiliki LAPAN dalam hal pencarian sebuah pesawat yang hilang dalam perjalanan penerbangannya. Teknologi LAPAN sejauh ini juga belum mampu melacak keberadaan pesawat Adam Air atau posisi jatuhnya dalam rentang ribuan kilo meter, kata Kepala Bidang Penyajian Data Penginderaan Jauh, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), Arisdiyo di Jakarta, Jumat. Data citra satelit LAPAN, ujarnya, lebih menyajikan kondisi cuaca pada hari kejatuhan pesawat pada tanggal 1 Januari 2007 yang memang sangat buruk. "Pantauan permukaan bumi pun dapat dilakukan jika langit cerah, tetapi pada hari-hari itu (30, 31 Desember dan 1 Januari) citra satelit menunjukkan kondisi udara tertutup awan sepanjang hari dan hasilnya hanya dipenuhi warna putih," katanya. Awan pekat di langit disertai terjadinya peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang laut pada hari-hari itu, ujarnya, dipicu badai tropis di sebelah barat Australia (Isobel). Tim LAPAN di Pare-pare, Sulsel sendiri, lanjut dia, lebih bertugas dalam menyediakan peta-peta hasil penginderaan jauh citra satelit, berupa kondisi lokasi di batas perkiraan jatuh pesawat yang diharapkan bisa mempermudah pencarian. Sebelumnya, sesuai informasi radar deteksi signal atau ELBA dari Singapura terdapat tiga titik Emergency Locator Beacon Aircraft (ELBA) yakni sekitar Desa Nowangan Bolmong, pegunungan Ratepao-Toraja dan sekitar Perairan Majene Sulawesi Barat. Namun setelah "mengobok-obok" lokasi itu hingga kini belum juga ditemukan pesawat Adam Air bernomor penerbangan KI 574 yang nahas itu. Angkatan udara Amerika Serikat juga telah menawarkan satelit penginderaan jauh untuk ikut mencari pesawat Adam Air, namun sampai dengan Jumat belum memperlihatkan hasil yang menggembirakan.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007