... perkawinan anak akan membahayakan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan menempatkan anak dalam situasi rawan kekerasan dan diskriminasi...Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan terkait dengan batasan usia minimal 16 tahun bagi perempuan untuk menikah.
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (18/6).
Isu ini mengemuka setelah banyak perdebatan terjadi soal usia minimal yang baik bagi perempuan untuk berumah tangga. Usia 16 tahun dipandang masih remaja yang masih memerlukan bimbingan orangtua.
Permohonan ini diajukan sejumlah aktivis perempuan, Yayasan Pemantau Hak Anak dan Yayasan Kesehatan Perempuan.
MK menilai kebutuhan untuk menentukan batasan usia perkawinan khususnya untuk perempuan adalah relatif menyesuaikan dengan perkembangan beragam aspek, baik itu aspek kesehatan hingga aspek sosial-ekonomi.
"Bahkan, tidak ada jaminan yang dapat memastikan bahwa dengan meningkatkan batas usia kawin untuk wanita dari 16 tahun menjadi 18 tahun," kata Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar, ketika membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi.
"Juga akan semakin mengurangi angka perceraian, menanggulangi permasalahan kesehatan, maupun meminimalisir permasalahan sosial lainnya," ujar dia.
Kendati demikian, Hakim Konstitusi Maria Indrati menyatakan pendapat yang berbeda.
Dia berpendapat peraturan yang mengatur batas usia anak sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak akan membahayakan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan menempatkan anak dalam situasi rawan kekerasan dan diskriminasi," ujar Indrati.
Selain itu dia juga berpendapat, perkawinan membutuhkan kesiapan fisik, psikis, sosial, ekonomi, intelektual, budaya, dan spiritual.
Kendati demikian, Hakim Konstitusi Maria Indrati menyatakan pendapat yang berbeda.
Dia berpendapat peraturan yang mengatur batas usia anak sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak akan membahayakan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak dan menempatkan anak dalam situasi rawan kekerasan dan diskriminasi," ujar Indrati.
Selain itu dia juga berpendapat, perkawinan membutuhkan kesiapan fisik, psikis, sosial, ekonomi, intelektual, budaya, dan spiritual.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015