Jakarta (ANTARA News) - Pesawat Adam Air KI 574 yang hilang ketika sedang terbang dari Surabaya-Manado, Senin, diduga kuat meledak di udara dan jatuh di laut Selat Makassar yang dalam dan arus dasar laut yang kencang. "Jika pesawat itu (Adam Air) hilang dalam radar (primary radar) Air Traffic Control (ATC) di Bandara Hasanuddin Makassar, maka diduga kuat ada kejadian luar biasa yang menyebabkan pesawat itu hilang dari radar dan pilot maupun co pilot tidak bisa melakukan komunikasi sama sekali dengan ATC," kata praktisi penerbangan Capt Mohammad Rendy Sasmita Adji Wibowo di Jakarta, Jumat. Ia menjelaskan pesawat komersial itu dirancang khusus untuk bisa ditangkap dengan jelas di radar, dan dapat memancarkan SSR (Secondary Surveillance Radar). "SSR itu yang memunculkan informasi pesawat di radar ATC berupa nomor penerbangan, kecepatan dan posisi pesawat. Di kokpit ada tiga tombol alternatif di mana pesawat akan memancarkan sinyal yang dapat ditangkap ATC jika salah satu tombol rusak. Dan jika semua tombol tidak berfungsi, maka baterai akan otomatis berfungsi," tambah Capt Randy, pilot Garuda Indonesia yang sudah berpengalaman terbang 32 tahun itu. "Jadi pesawat itu diduga kuat sudah meledak di udara dan jatuh di laut Selat Makassar di mana para penerbang tahu bahwa laut di sana sangat dalam dan arus dasar relatif kuat," kata Rendy yang berpengalaman menerbangkan pesawat jenis F-28, DC-10, Boeing-747, MD-11 dan Airbus A-330 itu. Ia menyesalkan seharusnya begitu pesawat Adam Air hilang dari radar ATC sekitar 15 menit, maka petugas tower harus memberikan informasi kepada Tim SAR. "Saya sangat mendukung apa yang dikemukakan Ketua Komisi V DPR, Ahmad Muqowam, bahwa antisipasi Bandara dan Tim SAR dan penyelamat sangat terlambat. Apalagi Bandara Sam Ratulangi memberikan informasi kepada penjemput bahwa pesawat Adam Air mengalami keterlambatan (delay). Ini jelas misinformation kepada masyarakat," katanya. Ia mengatakan jika pesawat itu mengalami kerusakan di udara, baik kerusakan mesin maupun elektrik, maka pesawat masih mampu terbang 10 hingga 15 menit dan pilot masih bisa kembali ke Bandara Hasanuddin atau mendarat di pinggir pantai. Ia juga mengatakan pesawat tidak bisa meledak karena terkena petir, karena pesawat didesain tahan petir. "Selama 32 tahun sebagai penerbang sudah ratusan kali pesawat saya disambar petir, namun masih tetap bisa terbang," katanya. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengintruksikan Menteri Perhubungan untuk melakukan investigasi, hal itu harus dilakukan pada kelaikan pesawat dan juga sistem pengawasan di Bandara. Terutama pengawasan terhadap barang bawaan penumpang di bagasi, kargo dan kabin serta pengawasan terhadap penumpang," tambahnya. Berdasarkan pengalamannya, petugas bandara terutama petugas X-Ray, petugas kargo, tidak mengetahui banyak tentang barang-barang yang terlarang atau berbahaya. "Saya tidak yakin petugas di bandara hafal dan tahu bentuk barang-barang berbahaya dan dilarang. Sebagai contoh minyak wangi atau alat mobil dalam jumlah besar itu berbahaya jika penempatannya tidak benar dan terguncang-guncang di bagasi ketika cuaca buruk," kata Rendy, yang pernah menjadi wakil ICAO (International Civil Aviation Organization) itu. Oleh sebab itu, ia menyarankan kepada pemerintah, Adam Air dan PT Angkasa Pura I, khususnya Bandara Juanda Surabaya agar lebih ketat dalam pemerikasaan barang, kargo dan penumpang yang akan naik pesawat. "Sudah menjadi rahasia umum nama dalam tiket penerbangan sering berbeda dengan nama penumpang sebenarnya. Ini akan menimbulkan masalah ketika terjadi kecelakaan," kata Capt Rendy yang diperbantukan pada Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara (DSKU). (*)

Copyright © ANTARA 2007