Jakarta (ANTARA News) - Seluruh insan film harus punya jiwa besar bila memang ingin memajukan perfilman nasional. Menang atau kalah merupakan hal biasa dalam sebuah kompetisi.Pandangan demikian dilontarkan sejumlah tokoh perfilman nasional termasuk Remi Sylado dan Sophan Sophian, menanggapi pernyataan sikap dan niat sejumlah insan film terutama dari kelompok generasi muda untuk mengembalikan piala citra FFI 2006 sebagai sikap protes atas kemenangan Ekskul sebagai film terbaik."Komunitas perfilman kita belum siap berkompetisi," kata Remy Sylado dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.Menurut dia, beda pendapat mengenai baik tidaknya sebuah karya film adalah sah, tetapi sebaiknya disalurkan dan diwujudkan dengan cara-cara yang elegan. Pernyataan serupa disampaikan Sophan Sophian, yang bahkan menyatakan sikap para pemrotes hasil pejurian FFI 2006 itu sebagai "kekerdilan luar biasa". Ia mengungkapkan, dirinya sudah 35 tahun berkecimpung di dunia film dan hanya berhasil beberapa kali meraih nomiasi, tetapi tidak pernah sekalipun merasa marah. Saya menghargai sikap mereka. Ini demokrasi. Tapi kalah menang itu biasa. Jadi jangan kerdil lah," katanya mengimbau. Jumpa pers juga dihadiri beberapa anggota dewan juri, di antaranya Chairul Umam dan Noorca Massardi, juga Direktur Film Depbudpar, Bakrie MM. Chairul Umam dan Noorca sama menyatakan mengatakan, kemampuan dewan juri tidaklah luar biasa, dan masing-masing mempunyai penilaian sendiri-sendiri. "Tetapi semua secara aklamasi memilih Ekskul sebagai film terbaik," kata Noorca. Menyinggung adanya tuduhan bahwa Ekskul adalah hasil jiplakan, ia mengatakan harus ada pembuktian secara hukum. "Penjiplakan masalah hukum dan diatur UU Hak Cipta. Kalau memang punya bukti silakan digugat. Sebelum ada keputusan pengadilan yang sah dan mengikat, tidak ada tindakan yang bisa dilakukan," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007