Jakarta ANTARA News) - Marrisa Haque mengaku belum menerima secara resmi surat keputusan presiden (Keppres) tentang pemberhentian dirinya setelah direcall oleh partainya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Tadi saya seharian di pengadilan, `handphone` saya matikan. Setelah sholat magrib `handphone baru aku buka dan sms banyak sekali yang masuk. Banyak sekali ucapan, sabar ya mbak, bla..bla," katanya kepada ANTARA News di Jakarta, Kamis, saat dikonfirmasi mengenai turunnya keppres tentang pemberhentian dirinya. Marrisa mengaku pasrah dengan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengeluarkan Surat Keputusan Presiden tentang pemberhentian dirinya dari anggota DPR dan mengangkat pengantinya Prof Wilacandra Wila Supriyadi. "Ini pelajaran politik untuk kita semua dan untuk negeri ini. Di tengah-tengah keterpurukan yang menimpa beberapa anggota DPR mulai dari VCD porno, calo bantuan bencana alam, hingga poligami dan itu luar biasa buruk, tapi masih ada yang menjujurkan keadilan," katanya. Marrisa mengaku berani mengambil keputusan dan rela meninggalkan pekerjaanya, karena berani menyatakan tidak pada Taufik Kiemas. "Saya tidak apa-apa. Saya kan banyak pekerjaan. Tapi saya berharap tanggal 11 Januari nanti Ratu Atut tidak dilantik karena cacat hukum. Jadi tidak berat sebelah," ujarnya. Ia menjelaskan, pihaknya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang atas penetapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Banten karena dinilai banyak kecurangan dalam proses Pilkada tersebut dan hari Kamis (4/1) merupakan persidangan pertamanya. "Judicial review" PP Nomor 6 tahun 2005 jo UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menyatakan Ratu Atut Chosiyah sebagai incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pjs Gubernur atau Wakil Gubernur enam bulan sebelum pelaksanaan Pilkada dan harus digantikan oleh pjs yang netral yang dipilih Depdagri. "Amar putusannya ditetapkan MA pada 21 November 2006 artinya KPUD Banten tidak boleh meneruskan pelaksanaan pilkada. Namun, karena dilanggar maka hasilnya juga cacat hukum," ujarnya. Ia menegaskan, bahwa dengan keppres tentang pemberhentian dirinya merupakan kemenangan hati nurani karena adanya semangat menjujurkan keadilan. "Kalau negeri mau bersih, maka setiap orang yang dipilih rakyat harus membela kebenaran karena menjadi lokomotif. Politik bagi saya, tidak selamanya kotor. Ada yang dinamakan transedental dan itu yang saya yakini," demikian Marrisa.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007