Kalau tidak pintar membelahnya, akan kena isinya

Jakarta (ANTARA News) - Tidak seperti kebanyakan penyuka durian, sosok yang satu ini justru lebih menikmati durian mentah karena rasanya yang unik dan menurutnya enak.

"Saya suka durian. Tapi durian mentah. Rasanya unik dan enak," itulah pengakuan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, saat bincang-bincang ringan dengan ANTARA News di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.

Karena masih mentah, tentunya untuk mengupasnya sangat sulit, dibutuhkan keahlian tersendiri.

"Dipetik sebelum matang, dan harus pintar membelahnya. Kalau tidak pintar membelahnya, akan kena isinya. Saya karena sudah terbiasa, jadi sangat mahir membelah durian mentah," aku politisi PDIP itu.

Kesukaannya pada durian mentah tentunya tidak terlepas dari kebiasaan di daerah asalnya. Lasarus dibesarkan di pedalaman Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

"Saya dibesarkan dan tinggal di pedalaman dan di tempat saya itu banyak pohon durian. Jadi berebutan dan gak sabar sehingga durian mentah jadi sasaran," kata pria kelahiran 15 Juni 1970 itu.

Hingga kini, kegemaran makan durian mentah masih dilakukannya, namun tidak begitu sering. Malah, kata Lasarus, makan durian sudah mulai dikurangi.

"Umur kan sudah tua, dikurangi lah makan duriannya. Tidak seperti dulu lah, Bangun pagi, bukannya sarapan, malah makan durian," ungkap Lasarus.

Untuk mewujudkan kecintaan dan kegemaran makan durian, ia menanam pohon durian di perkebunannya di kampung halamannya.

"Saya punya kebun yang luasnya 3 hektare. Sekarang saya nanam durian sejak 2-3 tahun terakhir, ada 30 batang, bukan pohon durian cangkokan, tapi saya tanam mulai dari bijinya. Karena pohon durian yang ditanam dari biji, pohonnya akan kuat dan tahan. Kalau pohon yang dicangkok, pohonnya gak kuat dan cepat rubuh," ceritanya.

Ia tidak menanam pohon durian impor, tapi pohon durian lokal. Kalau di Sintang, namanya durian tembaga, isinya kuning.

"Saya ingin melestarikan durian lokal. Durian lokal di tempat saya gak kalah enak dengan durian impor," kata Lasarus.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015