Jika burung itu bersuara maka suasana kampung menjadi sepi dan warga merasa ketakutan terhadap pertanda akan terjadinya bencana sebab hingga kini mitos burung hantu itu sebagai pertanda akan terkena petaka dan musibah."

Lebak (ANTARA News) - Warga Kabupaten Lebak, Banten, diminta tidak melakukan perburuan burung hantu karena bisa meminimalisasi serangan hama tikus yang menyerang tanaman padi milik petani.

"Kami berharap warga tidak melakukan perburuan burung hantu," kata Kepala Bidang Kehutanan Dinas kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Lebak Imam R di Lebak, Senin.

Ia menyebutkan, saat ini populasi burung hantu di sejumlah daerah di Kabupaten Lebak terancam punah setelah lima tahun terakhir tidak ditemukan lagi di pohon-pohon besar.

Biasanya, burung hantu itu terdengar suara merdu di malam hari.

Namun, kini populasinya terancam punah sehingga serangan hama tikus mengkhawatirkan.

"Kami menduga menghilangnya burung hantu itu akibat perburuan juga kerusakan hutan yang menjadi habitatnya," katanya.

Menurut dia, populasi burung hantu dapat meminimalisasi serangan hama tikus hingga mencapai 60-70 persen.

Namun, saat ini, burung hantu yang tinggal di pohon-pohon besar, seperti pemakaman warga maupun hutan desa sudah tidak ditemukan.

Burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo strigiformes.

Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal).

"Kami minta warga tidak melakukan perburuan juga merusak hutan," katanya.

Ia menyebutkan, terancamnya burung hantu itu tentu petani merugi karena tanaman padi sering diserang hama tikus.

Samian, warga Cibungur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengaku tanaman padi miliknya seluas dua hektare tahun 2014 gagal panen akibat serangan hama tikus itu.

Pengalaman tahun 1990-an serangan hama tikus terhadap tanaman padi tidak begitu parah karena masih banyak ditemukan burung hantu.

Akan tetapi, ujar dia, saat ini serangan hama tikus meluas sehingga merugikan pendapatan petani.

"Kami pada 1980-1990-an masih mengamati banyak burung hantu di pohon-pohon besar, namun kali ini hampir punah," katanya.

Kusna (50) warga Kongsen Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, menyatakan sekitar tahun 1970-an di Kota Rangkasbitung hampir setiap malam suara burung hantu saling bersahutan mulai pukul 21.00 sampai 04.00 WIB.

"Jika burung itu bersuara maka suasana kampung menjadi sepi dan warga merasa ketakutan terhadap pertanda akan terjadinya bencana sebab hingga kini mitos burung hantu itu sebagai pertanda akan terkena petaka dan musibah," katanya.

Pewarta: Mansyur
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015