"Mereka yang punya trauma saat kecil bisa jadi overprotektif," kata psikolog dan praktisi hipnoterapi dari Sanatorium Dharmawangsa saat dijumpai di Jakarta, Senin (15/6).
Menurut dia, trauma masa kecil tersebut dapat membuat seseorang terlalu menjaga anaknya sendiri ketika ia dewasa atau bahkan ia terlalu memanjakannya.
Dampak lainnya, kekerasan yang dialami saat kecil juga dapat memicu korban untuk berbuat serupa atau bahkan lebih saat seseorang dewasa.
Menurut Liza, banyak faktor yang membuat orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak, misalnya dasar hukum yang menurut dia belum jelas yang membuat orang tua yang merasa tertekan melampiaskan kemarahannya pada sang anak.
Saat anak tidak melawan, frekuensi kekerasan dapat meningkat. Untuk itu, menurut Liza, perlu ada kekuatan hukum di luar untuk melindungi anak.
Dasar hukum yang belum jelas pun membuat orang-orang di sekitar anak korban kekerasan yang merasa takut untuk melaporkannya ke pihak yang berwenang.
Contohnya, kata dia, bila terbukti bukan kekerasan, seseorang yang melaporkan tindakan tersebut takut dituduh mencemarkan nama baik orang yang dilaporkan.
Ia menganjurkan agar orang lebih peduli terhadap sekelilingnya agar dapat mengetahui bila ada kasus kekerasan terhadap anak.
Selain luka fisik, ciri-ciri anak yang mendapat kekerasan di rumahnya antara lain adalah sangat tertutup, murung dan kerap terlihat sedih.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015