Desakan itu datang dari aspirasi Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia yang perlu kita akomodasi demi perbaikan bangsa,"
Bekasi (ANTARA News) - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Sukur Nababan bersungguh merevisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
"Desakan itu datang dari aspirasi Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia yang perlu kita akomodasi demi perbaikan bangsa," katanya di Bekasi, Jabar, Kamis.
Hal itu dikatakan Sukur saat Musyawarah Provinsi III Aspekindo bertajuk "Peran Aktif DPP Aspekindo Jawa Barat Mendorong Perubahan UU 18/1999 tentang Jasa Konstruktusi ke Arah Terwujudnya Independensi".
Dia mengaku telah menyusun materi untuk menyuarakan aspirasi tersebut dalam pembahasan di DPR.
"Draf RUU yang saat ini sudah berada di Panitia Kerja banyak yang tidak relevan isinya dengan aspirasi para pelaku konstruksi yang nantinya akan merasakan implementasi undang-undang tersebut," katanya.
Menurut politikus PDIP itu, materi yang disiapkanya diklaim tidak akan berujung gugatan di Mahkamah Konstitusi usai pengesahannya nanti.
Adapun materi yang disiapkannya sebagai bahan alternatif pada RUU Jasa Konstruksi itu menyangkut hubungan antara para pemangku kepentingan di bidang tersebut, mulai dari pemerintah, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, asosiasi jasa konstruksi, pengusaha konstruksi, dan pengguna jasa konstruksi.
"Peran dan fungsi masing-masing pihak tersebut harus diluruskan karena saat ini banyak yang salah kaprah hingga mengakibatkan mandegnya perkembangan jasa konstruksi ini," katanya.
Unsur yang dianggapnya paling salah kaprah dewasa ini ialah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.
Menurutnya, LPJK yang sesungguhnya berfungsi sebagai pembina asosiasi kini justru melakukan pelatihan langsung kepada pengusaha dan pekerja serta melakukan akreditasi terhadap para pengusaha jasa konstruksi.
"Unsur yang tergabung dalam LPJK saat ini dipilih oleh DPR dengan persetujuan presiden, sehingga tentu tidak berkompeten melakukan akreditasi," katanya.
Idealnya, kata dia, LPJK beranggotakan unsur dari pemerintah, pakar, asosiasi perusahaan, dan para pelaku usaha, sehingga tepat jika kemudian melakukan akreditasi.
Unsur lain yang juga tidak berjalan efektif adalah asosiasi jasa konstruksi yang semestinya menjalankan fungsi sertifikasi terhadap badan usaha dan pekerja.
"Namun pada kenyataannya, saat ini ratusan asosiasi yang ada justru dipertanyakan kompetensinya dan yang ada pun sifatnya impoten karena tidak dapat menjalankan fungsi pembinaan kepada anggotanya," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015